REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Ulil Abshar Abdala memberikan pandangan soal perpanjangan izin organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam (FPI). FPI berbeda dengan Hizbut Tahrir Indonesia sehingga tidak semestinya FPI dilarang.
"Saya kalau terhadap HTI itu masih bisa memahami (mengapa dilarang), bahkan saya mendukung pelarangan HTI karena mereka secara frontal mengkampanyekan satu bentuk kenegaraan yang berbeda, jadi kalau HTI saya kecualikan," kata dia, Kamis (1/8).
Ulil mengatakan meski banyak orang yang memang tidak setuju dengan kerangka perjuangan FPI, organisasi tersebut harus tetap diberikan ruang untuk berorganisasi. "Siapapun mereka, termasuk orang-orang yang kita tidak setujui pandangannya," kata dia.
Ulil menyarankan pihak yang tidak setuju dengan wacana atau pandangan keagamaan FPI untuk mengutarakan kritik. Selain itu, jika ada ormas yang memang melakukan pelanggaran hukum maka ormas tersebut harus ditindak secara hukum.
"Jadi menurut saya, kalau bisa, kita meminimalisir pelarangan organisasi. Idealnya itu enggak perlu ada pelarangan organisasi," katanya.
Menurut dia, memberikan ruang terbuka yang dibarengi dengan ruang untuk kritik dan penegakan hukum penting untuk merawat demokrasi. "Kalau mereka melawan hukum, tindak. Menurut saya demokrasi di Indonesia itu berharga sekali. Ini harus tetap kita pegang, harus tetap kita rawat," tuturnya.
Uli menambahkan pemberian ruang kepada pihak yang mendapat pertentangan dari masyarakat merupakan cara merawat demokrasi. "Saya mendukung tindakan pemerintahan Presiden Jokowi yang tegas terhadap kelompok radikal ini. Tapi menurut saya tetap harus menjaga norma demokrasi. Norma demokrasi itu umurnya panjang," ungkapnya.