Selasa 30 Jul 2019 08:15 WIB

Menggali Sejarah Al-Zubarah

Rumah-rumah di al- Zubarah dibangun di tengah-tengah halaman.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
al-Zubarah
Foto: visitqatar.qa
al-Zubarah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama empat tahun sejak 2009, tim internasional dengan lebih dari 70 pakar berada di al-Zubarah untuk meneliti, menyurvei, menggali, dan mendaftarkan sebuah lokasi yang kini dikenal sebagai salah satu situs bersejarah paling penting di Teluk Arab.

Tim ini berusaha mencari jawaban atas pertanyaan tentang tata kota, kegiatan yang terjadi dan lokasinya, serta bagaimana penduduk al- Zubarah hidup dan bekerja hingga mendapatkan kekayaan dengan begitu cepat. Dari sisa kota yang ada, luasnya mencapai 61 hektare.

Baca Juga

Di sisi darat, kota ini dibatasi oleh sisa-sisa tembok pertahanan yang panjangnya 2,5 kilometer dan tinggi 5 meter. Ada 22 menara pengawal sebagai tempat memantau. Berdasarkan survei geofisika, pelacakan radar, serta penggalian tradisional, ditemukan pola grid atau kisi-kisi pada dinding bangunan yang susunannya ditemukan sama, baik untuk rumah, tempat kerja, maupun bagian lainnya.

Salah seorang arkeolog, Tom Collie menyebut, rumah-rumah di al- Zubarah dibangun di tengah-tengah halaman. "Bahan bangunannya bervariasi, namun kita menemukan bukti jika batu yang berkualitas digunakan untuk struktur bangunan yang lebih rumit dan dianggap penting," katanya.

Sedangkan, untuk konstruksi dasar bangunan digunakan batu pantai yang kasar lalu dilindungi dengan plester barbahan dasar kapur. Meskipun sejarah kota ini singkat, tim arkeolog menemukan tingkatan bentuk bangunan yang menunjukkan peralihan dramatis dari kota tersebut.

Bangunan-bangunan besar dibangun pada 1760 dan 1780 menggantikan permukiman sebelumnya yang lebih kecil, seperti tenda dan gubuk. Bangunan ini kemungkinan dihuni para nelayan dan keluarganya.

Di ujung barat kota, tepat di atas garis pantai, ditemukan banyak lubang pasak, oven, dan lubang tempat api. Hal ini menunjukkan bangunan sementara, seperti tenda atau gubuk dibangun selama periode pembangunan kota.

Penemuan ini juga me nunjukkan adanya migrasi ekonomi yang terjadi pada para nelayan mutiara saat terjadi panen emas putih tahunan, atau saat musim mutiara pada bulan Mei hingga September.

Sementara itu, di bagian pusat kota terlihat bahwa mutiara bukan satusatunya sumber kemakmuran masyarakat. Bangunan seperti gudang dan pasar ditemukan berada di bagian tengah kota yang mengarah ke laut.

"Ini mengarah pada produksi dan perdagangan komoditas yang berbeda, termasuk pandai besi mau pun hal-hal yang berkaitan dengan seni. Meski tinggal di 'Kota Mutiara', orang-orang al-Zubarah selalu mencoba berbagai cara untuk menghasilkan uang," ujar supervisor arkeolog, Mike House.

Selain sisa-sisa tembok dan atap, sejauh ini penemuan terbesar lainnya adalah tembikar. Sejak 2009, sekitar 60 ribu fragmen diteliti. Kebanyakan berupa pecahan tembikar dan ditemukan di banyak timbunan sampah di seluruh wilayah kota.

"Saya mencari tahu tentang seja rah dari tumpukan tembikar ini. Membagi mereka berdasarkan jenis dan tahun perkiraan. Detail-detail kecil seperti perubahan desain bunga memberi gambaran kapan tembikar ini dibuat," ujar peneliti keramik, Agnieszka Bystron.

Dari temuan itu diketahui, beberapa tidak berasal dari al-Zubarah. Keramik dari Iran, Bahrain, bahkan porselen dari Cina dan Eropa juga dite m u kan dalam pecahan-pecahan tersebut.

Temuan lain yang menarik adalah perihal makanan yang disantap penduduk kota ini. Dari sekian banyak tulang ikan yang ditemukan, tidak sedikit mengarah pada tulang hiu, yang sangat langka di perairan Teluk. Diketahui pula, warga al-Zubarah menyantap beras, gandum, jelai (barley), kacang kedelai, serta buahbuahan, seperti kelapa, persik, aprikot, anggur, dan prem.

Hal ini menunjukkan tumbuhnya perdagangan pangan antarwilayah di kota itu, juga daya beli masyarakatnya yang cukup tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement