REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diminta melakukan upaya-upaya diplomasi yang efektif, termasuk yang bersifat menekan, terhadap Republik Rakyat China (RRC). Hal itu untuk membantu dan menyuarakan isu hak asasi manusia (HAM) etnis Uighur di Provinsi Xinjiang. Demikian disampaikan Ketua Umum Persatuan Umat Islam (PUI) KH Nazar Haris.
"Indonesia harus melakukan upaya-upaya bukan hanya diplomasi, tapi juga tekanan-tekanan dan kerjasama dengan masyarakat pendukung HAM (hak asas manusia) internasional untuk membebaskan bangsa Uighur dari tekanan-tekanan yang bertentangan dengan HAM," kata KH Nazar kepada Republika.co.id, Kamis (18/7).
Ia menjelaskan, Indonesia bersama negara-negara yang menegakkan HAM bisa memberi tekanan terhadap RRC melalui resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Supaya menjadi catatan sejarah bahwa bangsa Cina pernah melakukan perlakuan yang tidak sesuai dengan kemanusiaan.
"Lebih lanjut bisa dengan cara tekanan yang lebih konkret, bersama negara-negara pendukung HAM (Indonesia) mengangkat masalah (yang menimpa etnis Uighur) ini kepada pengadilan HAM internasional," ujarnya.
PUI juga meminta pemerintah Indonesia tidak lemah terhadap RRC dalam membantu etnis Uighur yang dikabarkan mendapatkan banyak tekanan dari pemerintah Cina. KH Nazar mengatakan, PUI mengecam bila perlakuan RRC terhadap etnis Uighur di Xinjiang mengingkari prinsip-prinsip HAM.
Ia menegaskan, konstitusi Indonesia menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Karena itu, Indonesia sudah sewajarnya menyuarakan perlindungan HAm etnis Uighur.
"Walau sekarang kita pemerintah Indonesia sedang banyak utang kepada China, tidak menyebabkan kita (Indonesia) menjadi lemah (terhadap Cina)," ujarnya.
Kiai Nazar mengatakan, sesungguhnya Indonesia tidak lemah, tapi Indonesia dilemahkan oleh manajemen hutang yang tidak baik. Namun, secara kemandirian bangsa, Indonesia masih menjadi bangsa yang mandiri. Maka Indonesia tidak boleh tunduk kepada tekanan-tekanan Cina.