REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah negara Muslim di Asia belum lama ini menulis surat ke PBB untuk mendukung kebijakan Pemerintah Cina atas masyarakat Uighur di Provinsi Xianjiang.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal meminta pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam mengeluarkan dukungan kepada China terkait isu hak asasi manusia (HAM) Uighur di Xinjiang.
“Menurut saya, ini pemerintah Indonesia harus berhati-hati mengambil sikap. Tapi solidaritas Muslim tetap kita tampakkan. PBNU sudah menyampaikan itu,” ujar Helmy saat ditemui Republika.co.id di Kantor PBNU, Kramat, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).
Dia menuturkan, kedaulatan masing-masing negara harus tetap dijaga sehingga tidak menganggu hubungan bilateral, termasuk antara Indonesia dan China.
Di sisi lain, lanjut Helmy, pemerintah Indonesia tetap mesti melihat apakah ada unsur pelanggaran HAM Uighur di Xinjiang.
“Kita juga harus melihat apakah ada unsur pelanggaran HAM atau tidak. Maka, hendaknya kita berhati-hati di dalam berisikap menegenai suatu urusan negara,” ucapnya.
Menurut Helmy, tindakan pembantain etnis di China mungkin benar adanya. Namun, pemerintah Indonesia tetap harus melihat kasus Uighur di Cina secara luas.
PBNU sendiri, lanjutnya, juga akan mengamati upaya-upaya pemerintah China dalam melakukan klarifikasi terkait kasus tersebut.
“Ini akan kita lihat. Beberapa memang sudah bisa memahami situasi yang terjadi seperti apa. Tapi beberapa ada juga yang memandangnya terjadi pelanggaran HAM dan seterusnya,” kata Helmy.
Diibaratkan GAM dan OPM
Dia pun menyamakan sikap pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur seperti sikap pemerintah Indonesia dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Menurut dia, negara lain juga tidak bisa ikut campur terhadap sikap pemerintah Indonesia yang menolak adanya kedua gerakan tersebut.
“Jadi harus hati-hati, sama halnya dengan negara lain yang akan merespons soal gerakan di Papua dan di Aceh, itu harus berhati-hati,” jelasnya.
Helmy mengklaim, PBNU mengambil sikap moderat dalam merespons masalah yang dihadapi kaum Muslimin Uighur. Sebab, menurut dia, ada otoritas negara yang harus dihormat.
Namun, pemerintah China menurutnya juga harus melakukan pendekatan yang lebih humanis kepada masyarakat Uighur, seperti memperbanyak jalan dialog.
“Jadi kita moderat lah untuk terus memberikan solidaritas kepada Uighur, tapi juga menghomati sikap yang diambil negara dalam konteks menjaga integritas bangsa,” ujar Helmy.
Dia menambahkan, hubungan antara Indonesia dan China selama ini baik-baik saja. Dengan adanya peristiwa Uighur, kedua negara sempat harus membangun kesepamahan.
Dia mencontohkan, sudah banyak tokoh ormas Islam yang diundang ke China untuk meninjau masyarakat Uighur dari dekat.
“Teman-teman sendiri ada yang ke sana. Ya memang tidak seperti yang diberitakan di media sosial. Tapi harus jernih melihatnya karena kita belum mengetahui masalah ini secara utuh,” tutupnya.