Rabu 10 Jul 2019 17:00 WIB

Minat Ikuti Kajian di Mushala Masih Ada

Keterbatasan waktu menjadi pertimbangan tak hadiri kajian di mushala.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agung Sasongko
Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknologi menjadi hal yang lumrah dikuasai oleh seluruh generasi millenial Indonesia maupun dunia, entah itu millenial yang hidup dari keluarga bergelimang harta maupun dari keluarga pekerja keras untuk sesuap nasi. Meskipun ada mereka yang mengikuti kajian dari media online, tapi masih banyak yang rajin datang ke mushala mendengar ustaz favorit mereka.

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, mengungkapkan dengan berkembangnya teknologi bukan berarti masyarakat tidak lagi berminat mengikuti kajian. “Bukan tidak minat terhadap dakwah secara langsung, mereka tetap datang ketika ada kesempatan,” ujar dia saat dihubungi, Rabu (10/7).

Menurut dia, masih banyak masyarakat usia muda hingga tua yang datang ke masjid maupun mushala untuk mendengarkan dakwah secara langsung. Bahkan di kantor-kantor atau mushala pada setiap Zuhur meski bukan di bulan Ramadhan, banyak ustaz memberikan pengajian.

Artinya, masih banyak masyarakat yang berminat namun waktunya terbatas. Misalnya, mereka masih kurang puas dengan dakwah yang sifatnya tatap langsung, kemudian mereka lanjutkan di media online. Tapi biasanya, mereka tetap mendengarkan dakwah kepada orang-orang yang dikenal dan yang dipercaya oleh mereka.

“Memang bisa kita akui bahwa kecenderungan orang-orang belajar melalui media online, baik itu video, blog, YouTube, atau website. Karena memang menjadi pilihan yang mudah di sekian banyak kesibukkan orang. Oleh karena itu, tidak berarti orang tak minat secara langsung,” papar Kiai Cholil.

Mereka tetap berminat tapi mungkin keterbatasan waktu membuat mereka tidak sempat, khususnya pada muslim perkotaan. Kesadaran religiusitas mereka tinggi, tapi mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan, tentu akhirnya mereka memilih cara yang paling mudah sambil berada di tengah kepungan macet, atau di tengah senggang waktu mereka istirahat, mereka buka-buka untuk menambah wawasan keagamaan.

Kemacetan ibu kota yang bisa memakan waktu hingga berjam-jam untuk bisa sampai ke rumah, membuat masyarakat memang mencari cara mengakali kebosanan. Perjalanan ibu kota kerap membuat waktu terbuang tak perlu, dan dalam jumlah ribuan menit yang sia-sia. Sehingga jika ada yang mendengar kajian, ini baik agar bisa diberi kesabaran juga.

Kiai Cholil menyarankan, jika mau belajar melalui media online, belajarlah kepada para guru yang memang punya kapasitas keilmuan, punya track record keilmuan, dan juga konsistensi menjalankan ilmunya. Tapi jangan hanya sampai di situ, karena dikhawatirkan masih banyak yang salah paham atau ada yang kurang paham sehingga perlu dikonfirmasi kepada sang guru.

“Jadi meski sudah belajar online, tetap harus bertemu secara langsung dengan pendakwah,” kata Kiai Cholil.

Sebelumnya diberitakan, kalangan muda Muslim lebih tertarik mengikuti kajian agama di media sosial. Demikian, studi terbaru yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Kementrian Agama (Balitbang Kemenag).

"Bahwa 90.9 persen dari 400 mahasiswa, menyatakan lebih suka memperoleh informasi keagamaan dari video-video ceramah di internet. Sedangkan koran atau artikel cetak merupakan sumber literasi yang paling jarang dipilih mahasiswa," demikian isi studi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement