REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) bekerja sama dengan Dompet Dhuafa untuk mengadakan pelatihan kewirausahaan (entrepreneurship) bagi para pencari suaka di Indonesia.
Mereka akan dibekali ide-ide untuk menjalankan sebuah usaha bersama masyarakat Indonesia, agar bisa memiliki penghasilan sembari menunggu nasib mereka.
Manager Advokasi Pengungsi Dompet Dhuafa, Haryo Mojopahit, mengungkapkan perlunya pelatihan ini agar mereka tidak terabaikan saat berada di Indonesia yang merupakan negara persinggahan. “Jadi teman-teman yang ada di Indonesia atau negara-negara lain seperti Thailand dan lainnya, mereka menunggu penempatan tanpa ada batas kejelasan,” ungkap dia saat dihubungi, Selasa (9/7).
Pengungsi atau pencari suaka yang ada di Indonesia ini, merupakan orang-orang yang menghindari konflik di negerinya. Entah itu keluarganya dibunuh di Somalia lalu mereka lari, atau yang lainnya, sehingga mereka tiba di Indonesia.
Mereka seolah terjebak di Indonesia, padahal mungkin mereka juga ingin pergi ke negara lain tapi akhirnya dihalau dan masuk ke Indonesia. Kemudian para pengungsi ini didata oleh UNHCR, diverivikasi segala identitasnya, kemudian mereka dapat status sebagai pengungsi.
Ketika UNHCR menempatkan mereka ke negara tujuan, mereka juga melihat kesiapan dari negara tujuan. “Nah dengan adanya pilihan-pilihan negara itu, sentimen terhadap pengungsi ini akhirnya meningkat dan ada beberapa negara besar telah mengurangi jumlah penerimaan pengungsi,” papar Haryo.
Dalam rentang waktu lama menunggu kepastian itu, UNHCR dan Dompet Dhuafa mencari cara agar mereka bisa berkarya, bisa bertahan, sehingga ketika mereka ditempatkan di negara yang telah ditentukan, mereka sudah punya kemampuan.
Maka dari itu, salah satu program yang dikerjasamakan dengan UNHCR itu semacam pelatihan enterpreneurship, mereka akan dapat semacam modal untuk buka usaha di Indonesia. Lalu muncul sebuah program menpersaudarakan pengungsi dengan masyarakat lokal Indonesia.
“Jadi kita mendidik dua nih, ada masyarakat Indonesia dan ada refugees. Yang punya bisnis ini ya masyarakat Indonesia, dan refugees ini bisa diajak memberikan ide atau konsep begitu,” ujar Haryo.
Jadi saat ini, termasuk kejadian mereka mendirikan tenda di trotoar sekitar Kebon Sirih, Jakarta Barat, dikarenakan mereka merasa terjebak di Indonesia sembari menunggu kepastian. Sementara living cost mereka terus berjalan. Memang biasanya selama ini mereka diberikan tunjangan oleh International Organization Migran (IOM), tapi jumlahnya tidak besar.
“Ya gimana sih tidak punya penghasilan, tapi disuruh di sini dalam waktu panjang dengan repairment yang minim. Baiknya segera dipercepat penentuannya agar mereka sampai ke negara tujuan, tapi kan memang agak susah juga ya,” tutur Haryo.
Program-program Dompet Dhuafa ada beberapa bidang, yakni ekonomi berupa pelatihan entrepreunership, lalu bidang pendidikan berupa school for refugees, dan layanan kesehatan yang masih akan dibicarakan dengan IOM. “Sekarang sedang menjajakan dengan IOM untuk berikan layanan kesehatan,” kata Haryo menutup pembicaraan.
Ia juga menjelaskan alasan Dompet Dhuafa yang merupakan lembaga ZIS, tapi concern pada para pengungsi. Ini melihat dalam trend sejarah Islam terutama sejarah Nabi Muhammad SAW, dimana beliau mengungsi juga karena di Mekkah waktu itu tidak kondusif, dan beliau harus terpaksa hijrah atau mencari suaka ke kota negara lain.
Dan setelah pindah, kota yang disinggahi itu diubah nama menjadi Madinah. Setelah itu peradaban kan dibangun oleh pengungsi ini. Dan banyak kisah peradaban Islam yang dibangun oleh pengungsi. Karena itu, Dompet Dhuafa punya konsen pada isu pengungsi.