Selasa 09 Jul 2019 16:00 WIB

Penyandang Disabilitas Beri Masukan Soal Alquran Braille

LPMQ menyebut sejak awal mempersilahkan masyarakat memberikan masukannya.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Alquran Braille
Foto: Republika/Wihdan
Alquran Braille

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama melibatkan semua pihak dalam acara kegiatan Ijtimak Ulama Alquran yang digelar di Bandung, termasuk dari kalangan disabilitas. Bahkan, kalangan disabilitas tunanetra yang menjadi peserta dalam acara ini turut bertanya dan memberikan kontribusi pemikirannya.  

Berdasarkan pantauan Republika.co.id di lokasi acara, seorang tunanetra bernama Yayat Rukhiyat tampak bertanya kepada ketiga narasumber yang hadir, yaitu Prof. Said Aqil Husein Al-Munawwar, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika LAPAN, Thomas Djamaluddin, dan Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Kemendikbud, Prof. Ghufran Ali Ibrahim.

Saat bertanya, Yayat juga menyampaikan aspresiasinya kepada LPMQ yang selama ini telah memberikan perhatiannya kepada para disabiltias untuk mengetahui ajaran Alquran. “Sekali saya aspirasi terhadap LPMQ untuk memberikan perhatiannya kepada disabiltas,” ujar Yayat dalam kegiatan Ijtima Alquran di El Hotal Royale, Bandung, Selasa (9/7).

Ijtimak Ulama Alquran digelar dalam rangka membahas revisi terjemahan Alquran terbaru. Yayat hadir dalam acara itu sebagai perwakilan dari Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Wyata Guna Bandung.

Menurut Yayat, secara pribadi dirinya memang tidak menguasai tentang proses penerjemahan Alquran, tapi dia hadir ke acara itu sebagai praktisi dan pengguna Alquran braile. Karena, selama ini Yayat juga ikut terlibat dalam penyusunan Alquran braile dan memberikan pembinaan kepada para tunanetra agar bisa membaca Alquran braille.

“Jadi kami berharap, baik kepada birokrasi ataupun para ulama, agar tunanetra dan disabilitas lainnya yang merupakan bagian dari umat bisa mendapatkan perhatian, sehingga bisa mengenal ajaran agamanya, dalam hal ini Alquran,” ucapnya saat ditemui  Republika.co.id, usai acara.

Yayat mengatakan, dalam terjemahan Alquran yang ada selama ini masih menggunakan bahasa buta yang bisa membuat para tunanetra tersakiti. Karena itu, dalam pembahasan revisi terjemahan Alquran kali ini Yayat juga memberikan masukan agar kata buta diganti dengan kata tunanetra dengan tanpa mengubah makna aslinya.

“Ya kita sudah memberikan masukan, dan kayaknya mungkin diterima,” kata Yayat.

Kepala LPMQ Mukhlis Hanafi mengatakan, sejak awal pihaknya memang meminta masukan dari seluruh lapisan masyarakat. Menurut dia, hal itu penting agar bisa membuat terjemahan Alquran yang ramah.

“Jadi elemen-elemen aktivis gender kita minta memberikan masukan supaya menjadi ramah gender, teman-teman disabilitas juga kita libatkan, supaya mereka memberikan masukan dalam rangka agar terjemahan kita ini diterima oleh semua kalangan,” kata pakar Alquran lulusan Al Azhar Mesir ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement