REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi dan DPR Aceh sedang membahas untuk melegalkan qanun (peraturan daerah) beristeri lebih dari satu atau poligami. Secara formal proses pembuatan qanun sama dengan proses legislasi peraturan daerah.
Pembuatan/pengajuan rancangannya boleh berasal dari inisiatif pemerintah provinsi. Di kalangan pemerintah provinsi, pembuatan rancangan biasanya dilakukan tim atau panitia, yang didalam prosesnya dimulai dengan rancangan awal untuk disosialisasikan.
Berikut qanun poligami yang tertuang dalam BAB VIII tentang
beristeri lebih dari satu orang.
Pasal 46
(1) Seorang suami dalam waktu yang bersamaan boleh beristeri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang lebih dari 4 (empat) orang.
(2) Syarat utama beristeri lebih dari 1 (satu) orang harus mempunyai kemampuan, baik lahir maupun batin dan mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(3) Kemampuan lahir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal untuk kehidupan isteri-isteri dan anak-anaknya.
(4) Kemampuan tersebut harus dibuktikan dengan sejumlah penghasilan yang diperoleh setiap bulan dari hasil pekerjaan baik sebagai Aparatur Sipil Negara, pengusaha/wiraswasta, pedagang, petani maupun nelayan atau pekerjaan lainnya yang sah.
(5) Kemampuan batin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, biologis, kasih sayang dan spiritual terhadap lebih dari seorang isteri.
(6) dalam hal syarat utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, seorang suami dilarang beristeri lebih dari 1 (satu) orang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, telah merespons qanun (peraturan daerah) Aceh. Dalam qanun itu memuat soal poligami masih akan dikonsultasikan dengan pemerintah pusat.
"Ya apa pun setiap daerah untuk menyusun perda, termasuk Aceh kan masih ada dua (qanun) termasuk soal bendera juga kan tetap dikonsultasikan dengan pusat, termasuk qanun poligami," katanya, di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (8/7).
Qanun itu telah masuk program legislasi (proleg) pada akhir 2018. Pembahasan masih terus dilakukan antara lain dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 1 Agustus 2019.
"Tapi begini ya, pada 2014 itu orang yang punya akta kelahiran hanya 31 persen. Sekarang dengan mempermudah akses mempunyai akses sekarang mencapai 91 persen, ternyata mayoritas orang yang tidak mengusulkan anaknya punya akta kelahiran karena faktor nikah siri," kata Tjahjo.