Senin 01 Jul 2019 12:42 WIB

Abdullah Bin Rawahah Penyair yang Gagah di Medan Perang

Abdullah bin Rawahah ikuti perang Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Oase (ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Oase (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kalau sudah membacakan syair, orang-orang akan tersentuh. Kata-katanya begitu indah. Dialah Ibnu Rawahah. Sejak memeluk Islam, ia membaktikan kemampuan bersyairnya untuk kejayaan Islam. Rasulullah sangat menyukai dan menikmati syair-syairnya, serta sering menganjur kan kepadanya untuk lebih tekun lagi membuat syair.

Pada suatu hari, Rasulullah duduk bersama para sahabat, tiba-tiba datanglah Abdullah bin Rawahah. Lalu, Nabi bertanya kepadanya, Apa yang kau lakukan jika hendak mengucapkan syair? Abdullah mencoba merenungkan untaian kata apa yang hendak digubahnya. Ia kemudian mengucapkan syair tanpa berpikir panjang.

Wahai putra Hasyim, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia dan memberimu keutamaan. Sungguh aku berfirasat baik yang kuyakini pada dirimu. Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka. Seandainya engkau bertanya dan meminta pertolongan kepada mereka untuk memecahkan persolan, tiadaklah mereka hendak menjawab atau membela. Karena itu, Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang engkau bawa.

Sebagaimana Ia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa. Mendengar itu, Rasulullah gembira. Nabi bersabda, Dan, kamu pun akan diteguhkan Allah. Ketika Rasulullah sedang tawaf di Baitullah, Ibnu Rawahah berada di depannya sambil bersyair, Oh Tuhan, kalaulah tidak karena Engkau, niscaya kami tidaklah akan mendapat petunjuk, tidak akan bersedekah dan shalat.

 

Maka, mohon turunkan sakinah atas kami dan teguhkan pendirian kami jika musuh datang mengadang. Sesungguhnya orang-orang yang telah menganiaya kami, bila mereka membuat fitnah, akan kami tolak dan kami tentang.

Suatu ketika Abdullah bin Rawahah sangat berduka dengan turunnya ayat, Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat. (QS asy- Syu'ara: 224). Namun, kedukaannya terhibur dengan turunnya ayat lain, Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman, beramal saleh, banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya. (QS asy-Syu'ara: 227).

Ketika kaum Muslimin berperang, Abdullah bin Rawahah tampil membawa pedang ke medan tempur Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar. Ia menjadikan kalimat syairnya seba gai slogan perjuangan. Wahai diri! Seandainya kamu tidak tewas terbunuh da lam perang, kamu akan mati juga!

Menolak Suap

Menurut Bukhari dan Muslim (Abdul Mun'im al-Hasyimi, 2018), suatu ketika Nabi Muhammad SAW. menugaskan Abdullah bin Rawahah datang ke wilayah Khaibar untuk menaksir jumlah kurma yang dimiliki masyarakat sana. Pengecekan itu dimaksudkan untuk keperluan penetapan jumlah jizyah (pajak bagi penduduk non-Muslim). Memang, Khaibar adalah wilayah penduduk Yahudi tinggal. Sesuai kesepakatan, mereka harus membayar pajak (jizyah) karena tinggal di wilayah kekuasaan Islam.

Sesuai dengan perintah Nabi Muham mad SAW, Abdullah bin Rawahah memeriksa jumlah kurma yang masih menggantung di atas pohon. Namun, tidak disangka-sangka, penduduk Khaibar yang notabene Yahudi- mengumpulkan perhiasannya dan menemui Abdullah bin Rawahah. Penduduk Khaibar menyerahkan perhiasan itu kepada Abdullah bin Rawahah dengan harapan utusan Nabi itu mengurangi taksirannya dan memberikan keringanan dalam hal jizyah.

Abdullah bin Rahawah dengan tegas langsung menolak suap yang ditawarkan penduduk Khaibar itu. Dia menegaskan, harta suap adalah haram. Oleh karena itu, dia tidak mau mengambilnya sedikitpun.

Perang Mu'tah

Pada waktu Perang Mu'tah, balatentara Romawi hampir 200 ribu orang. Sementara itu, barisan kaum Muslimin sangat sedikit. Ketika melihat besarnya pasukan musuh, salah seorang berkata, Sebaiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jumlah mu suh yang besar. Mungkin kita akan dapat bantuan tambahan pasukan, atau jika di perin tahkan tetap maju maka kita patuhi.

Namun, Abdullah bin Rawahah berdiri di depan barisan pasukan Muslim. Perang pun berkecamuk. Pemimpin pasukan pertama, Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid. Demikian pula dengan pemimpin kedua, Ja'far bin Abi Thalib.

Abdullah bin Rawahah kemudian meraih panji perang dari tangan Ja'far dan terus memimpin pasukan. Ia pun terus menerjang barisan tentara musuh yang menyerbu bak air bah. Abdullah bin Rawahah pun gugur sebagai syahid, menyusul dua sahabatnya, Zaid dan Ja'far. Pada saat pertempuran berkecamuk dengan sengit di Balqa', bumi Syam, Rasulullah SAW tengah berkumpul dengan para sahabat dalam suatu majelis. Tiba-tiba beliau terdiam, dan air mata menetes di pipinya.

Rasulullah memandang para sahabat nya lalu berkata, Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga gugur sebagai syahid. Kemudian, diambil alih oleh Ja'far, ia bertempur dan syahid juga. Kemudian panji itu dipegang oleh Abdullah bin Rawahah dan ia bertempur, lalu gugur sebagai syahid. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement