REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, sesuai Undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK), keputusan MK bersifat final dan mengikat. Sehingga tidak ada proses hukum lain setelah putusan MK terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengatakan keputusan MK mengikat semua pihak dan menuntut pelaksanaan yang konsisten. "Karena itu semua pihak seharusnya menerima keputusan MK secara utuh, arif, dewasa, dan kesatria," kata Mu'ti kepada Republika.co.id, Kamis (27/6).
Menurutnya, penyelesaian sengketa pemilihan umum khususnya Pilpres 2019 di MK merupakan jalan penyelesaian yang konstitusional, elegan, dan bermartabat. Serta mencerminkan kematangan dalam berdemokrasi dan penegakan kedaulatan hukum.
Dia menyarankan sebaiknya setelah keputusan MK tidak perlu lagi ada pihak-pihak yang turun ke jalan dan memaksakan kehendak melalui aksi massa. Saatnya bangsa Indonesia melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi nasional untuk menjaga dan membina persatuan. "Masih banyak agenda-agenda kebangsaan dan kenegaraan yang harus ditunaikan," ujarnya.
Menurutnya, mungkin saja ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil pemilihan umum dan keputusan MK. Hal tersebut wajar saja karena dalam demokrasi yang terbuka, sangat sulit mengambil keputusan yang memuaskan semua pihak.
Karena itu, Mu'ti mengatakan, bagi pihak-pihak yang tidak puas bisa menempuh jalan oposisi yang konstitusional khususnya melalui DPR. "Oposisi diperlukan sebagai kekuatan kontrol dan penyeimbang untuk mengawal pemerintah agar bekerja sesuai hukum dan program yang dijanjikan," ujarnya.