Senin 17 Jun 2019 21:41 WIB

Jejak Sejarah Turki Utsmaniyah

Kesultanan Turki Usmani atau Kesultanan Usmaniyah pernah menjadi kekuatan utama dunia

Masjid Sultan Ahmat, Istanbul, Turki.
Foto: Republika/Arif Supriyono
Masjid Sultan Ahmat, Istanbul, Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesultanan Turki Usmani atau Kesultanan Usmaniyah pernah menjadi kekuatan utama dunia. Wilayahnya mencakup sepertiga luas dunia. Kecuali benua Amerika Serikat, wilayah kekuasaan Kesultanan Turki Usmani yang resminya bernama Negara Agung Usmaniyah itu meliputi sebagian daratan Eropa, Afrika, dan Asia.

Berikut jejak sejarah Turki Utsmaniyah:

Masjid Sultan Ahmat

Sultan Ahmat I dikenal amat religius. Sikap religius itu pula yang membuat sultan ingin membangun masjid yang fungsinya bisa menggantikan Ayasofya (Haga Sophia), bekas gereja yang saat itu berfungsi sebagai masjid. Sultan lalu memerintah arsitek Mehmed Aga untuk membuat rancang bangun masjid.

Dimulai 1609, masjid itu selesai dibangun pada 1617. Dalam kompleks masjid itu ada rumah kecil untuk sultan. Ada pula madrasah, serta beberapa kios bertingkat untuk toko buku/perpustakaan. Kondisi di dalam ruang utama masjid ini hampir sama dengan Masjid Sulaiman.

Masjid Sultan Ahmat memliki enam menara. Empat menara masing-masing memiliki tiga balkon. Dua menara lainnya masing-masing memiliki dua balkon. Total seluruhnya ada 16 balkon. Di dalam masjid juga ada kaligrafi karya Ametli Kasim Gubari.

Menempati lahan 4.608 m2, lokasi masjid persis menghadap Ayasofya. Jumlah jendela kecil yang mengelilingi masjid ini lebih banyak dari Masjid Sulaiman, yakni sebanyak 260. Menururt catatan sejarah, seluruhnya ada 21.043 keramik untuk interior masjid tersebut.

Selain dikelilingi taman, di depan masjid itu juga dipasang beberapa bangku yang biasa menjadi tempat duduk-duduk bagi para turis. Ada pula koridor di kompleks Masjid Sultan Ahmat yang sering menjadi tempat atau arena bazar. Tak jauh dari kompleks masjid, ada pula arena bazar besar yang mampu menampung 4.400 kios dengan aneka barang dagangan.

Sultan Ahmat I yang wafat tahun 1617 dimakamkan di kompleks masjid. Makam itu juga menjadi kompleks kuburan bagi anak dan kerabat Sultan Ahmat I. Posisi makam bersebelahan dengan madrasah yang berada di ujung depan arena luar masjid.

Hingga saat ini, kompleks Masjid Sultan Ahmat merupakan kawasan paling ramai di antara bangunan tua lain di Istanbul. Di kawasan ini juga (Sultan Ahmat Square) menjadi lokasi favorit umat Islam untuk ngabuburit beramairamai hingga ribuan orang. Khusus bagian dalam masjid, saat ini masih dalam renovasi.

Museum Ayasofya

Lokasi Ayasofya persis di hadapan Masjid Sultan Ahmat dan berdekatan pula dengan Istana Topkapi. Ayasofya atau Hagia Sophia dibangun oleh Kaisar Konstantinopel (Bizantium) sebagai basilika atau tempat pertemuan. Basilika ini lau beralih fungsi sebagai gereja katedral dengan nama Megala Ekklesia.

Pada abad V, nama gereja itu berubah menjadi Divine Wisdom atau Santa Sophia alias Haga Sophia/Ayasofya. Gereja itu sempat dibakar pada tahun 404, namun dibangun kembali oleh Kaisar Theodosius pada 415. Sempat pula dirusak oleh pasukan Nica, gereja itu dibangun lagi atas inisiatif Theodora, istri dari Kaisar Justinianus.

Dinding luar bangunan ini terbuat dari batu bata berlapis dan tebal yang telah disemen/plester. Beberapa bagian luar dinding tampak keropos atau rontok. Namun, bagian dalam gedung terlihat kokoh yang dinding-dindingnya terbuat dari marmer dan saat ini sedang dalam rehabilitasi.

Ada empat menara di sekeliling museum. Orna men di dalam museum ini berupa mosaik dari bebe ra pa to koh dalam Injil. Ada mosaik tentang Maria, Yesus, mau pun kaisar-kaisar Johanes, Alexander, dan lain-lain. Pada era kejayaan Kesultanan Turki Usmani, gereja ini beralih fungsi menjadi Masjid Haga Sophia/Ayasofya.

Sultan-sultan Turki Usmani sama sekali tidak merusak bangunan ini. Hanya ada beberapa bagian mosaik yang direkayasa. Gambar Yesus dengan latar belakang salib, misalnya, ditutup agar tak terlihat. Pada bagian dalam dibuat bangunan kecil tempat muazin melakukan azan. Pemandangan paling unik adalah gambar mosaik Maria/Siti Maryam yang berada persis di atas mihrab (tempat imam memimpin salat).

Mosaik Maria itu tetap dibiarkan terlihat dan diapit oleh tulisan Allah di sisi kanan dan Muhammad di sisi kiri. Saat pemerintahan Mustafa Kemal Pasha/Kemal Ataturk, fungsi Ayasofya diubah sebagai museum. Konon kini pemerintah Turki akan mengupayakan agar Ayasofya kembali menjadi masjid. 

Museum Khora

Riwayat Museum Khora nyaris sama seperti Ayasofya. Monumen ini dibangun oleh Kaisar Theodorus dari Konstantinopel atau Bizantium pada tahun 534. Sempat rusak karena gempa bumi pada abad 12, gereja ini dibangun lagi atas anjuran Maria Dukaina, ibu mertua dari Kaisar Alexi Comnenos.

Meski Kesultanan Turki Usmani berkuasa, hingga masa pemerintahan Sultan Mahmud, bangunan ini tetap berfungsi sebagai gereja. Namun, atas usulan penasihat Sultan Beyzit II bernama Hadim Ali, karena tidak ada jamaahnya lagi, gereja itu berubah fungsi pada 1511 menjadi masjid tanpa merusak kondisi yang sudah ada. Kemudian dibautlah menara dan sekolah madarasah.

Lokasi Museum Khora ada di pinggiran Istanbul dan berdempetan dengan kawasan permukiman. Ornamen dalam bangunan itu berupa mosaik tentang kisah cerita yang ada dalam Injil. Setelah tumbangnya Kesultanan Turki Usmani, bangunan seluas 20m x 28m denngan tinggi 50 m ini berubah menjadi museum. Karena banyak kerusakan, museum ini sekarang sedang diperbaiki.

Selain keempat lokasi wisata religi itu, masih ada satu lagi yakni Museum Turki dan Seni Islam yang dibangun selama 15 tahun dan baru selesai pada 1983. Museum ini berisi sejarah perjalanan Islam, mulai zaman Khulafaur Rasyidin (empat khalifah: Abubakar Sidik, Usman bin Affan, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib) hingga Kesultanan Turki Usmani.

Ada pula riwayat karya seni/budaya Islam serta barang-barang peninggalan Nabi Muhammad (gigi, rambut, jejak langkah, dan barang lainnya). 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement