Hak berikutnya, kata Ala’uddin, adalah hak memperoleh pendidikan yang layak. Pendidikan tersebut memiliki dua tujuan utama, yakni memberikan kondisi yang layak agar si anak bisa belajar agama sebagai bekal di akhirat dan tujuan kedua mencetak generasi unggul berkarakter yang siap terjun di dunia nyata. Komponennya bisa sangat bervariasi. Baik menyangkut kesiapan fisik, spiritualitas, dan intelektualitas.
Maka, orang tua wajib mentransfer pendidikan tentang akidah, moralitas, dan sebagainya agar tak mudah tergelincir. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS at-Tahrim [66]: 6).
Inilah letak hikmah di balik sunah azan yang dilakukan oleh Rasulullah di telinga kanan Hasan bin Ali, lalu melantunkan ikamat di telinga sebelah kirinya selang beberapa waktu setalah Fatimah melahirkan. Karena di dalam redaksi kedua panggilan suci itu, terdapat inti dari Islam, di antaranya syahadat. Ini merupakan pengakuan atas keesaan Allah SWT dan kerasulan Muhammad SAW.
Dan, ingatlah hak seorang anak mendapatkan pula kasih sayang dan kehangatan dari kedua orang tua sebagai bagian tak terelakkan dari keberhasilan proses pendidikan anak. Karena, hakikat kekerasan dan sikap arogansi menghadapi anak, justru akan mengerdilkan imajinasi, membunuh kecerdasan, dan hanya menyisakan kemunafikan. “Islam sangat menentang kekerasan,” katanya.
Ia pun mengutip riwayat saat Rasulullah SAW menegur Aqra’ bin Habis yang enggan mencium anak-anaknya. “Siapa yang tidak mengasihi tak akan dikasihani,” sabda Rasul.