Sabtu 11 May 2019 16:17 WIB

Mendulang Berkah Sahur

Di antara berkah sahur yang paling kita rasakan adalah menguatkan fisik kita

'Mesaharaty' (petugas yang membangunkan warga untuk bersahur) membangunkan warga Casbah di Kota Tua Hebron - Tepi Barat. Mereka menabuh alat musik perkusi dan tetabuhan lain membangunkan warga selama Ramadhan.
Foto: ABED AL HASHLAMOUN/EPA EFE
'Mesaharaty' (petugas yang membangunkan warga untuk bersahur) membangunkan warga Casbah di Kota Tua Hebron - Tepi Barat. Mereka menabuh alat musik perkusi dan tetabuhan lain membangunkan warga selama Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Rifai

Bulan Ramadhan sarat berkah.Ganjaran bisa diraih tidak saja melalui amalan yang bersifat ritual. Amalan yang di luar Ramadhan pun hukumnya mubah dan bisa bernilai pahala, salah satunya adalah makan pada waktu sahur.

Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi berkata, "Para ulama sepakat bahwa makan sahur hukumnya mustahab." Itu berarti, makan pada pengujung malam yang kerap dianggap sepele ini, termasuk ibadah yang akan diganjar dengan pahala.

Bahkan, bukan cuma pahala, santap sahur juga mengandung banyak hikmah. Hal itu tampak pada lafaz hadis, Makan sahurlah karena pada makan sahur terdapat keberkahan. (Muttafaqunalaih).

 

Hadis di atas menunjukkan makan menyimpan keberkahan. Ibnu Daqiq al-Ied berkata ketika mengomentari hadis ini, "Berkah yang dimaksud dalam hadis ini mencakup perkara yang sifatnya ukhrawi ataupun yang sifatnya duniawi."

Makna barakah sendiri adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan. Artinya, orang yang melakukan sahur akan mendapat kebaikan dan kebaikan itu akan melahirkan rentetan kebaikan yang lain.

Di antara berkah sahur yang paling kita rasakan adalah menguatkan fisik kita dalam menjalankan puasa. Bekal fisik yang kuat ini merupakan modal penting dalam mewujudkan amal kebaikan.

Ibadah-ibadah semisal baca Alquran, shalat sunah, zikir, dan lainnya akan terasa ringan melaksanakannya dengan kondisi fisik yang prima.

Di sisi lain, ketika kita sahur, secara tidak langsung telah menunaikan kewajiban kita yang sangat fundamental, yaitu menyelisihi ciri khas ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani). Mereka berpuasa tanpa sahur. Rasulullah bersabda, "Pembeda antara puasa kita dengan puasa ahlul kitab adalah makan sahur. " (HR Muslim)

Waktu sahur juga merupakan momen yang sangat istimewa. Pada saat itu Allah membuka lebar-lebar pintu ampunan-Nya. Siapa yang berdoa akan dikabulkan doanya.

Rasulullah bersabda, "Allah turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam terakhir (waktu sahur) lalu berfirman, siapa berdoa maka akan aku kabulkan, siapa yang memohon ampun, akan aku ampuni,"(HR Bukhari dan Muslim).

Memohon ampun pada waktu sahur juga merupakan ciri orang bertakwa. Allah berfirman, "Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah." (adz-Dzariyat:18). Jadi, waktu sahur adalah momen yang sangat berharga. Banyak kemurahan dan kasih sayang Allah yang tersaji pada saat itu. Dengan bangunnya kita untuk santap sahur, tentu akan sangat membantu dalam mengais kasih sayang dan kemu rahan Allah pada waktu sahur tersebut.

Alangkah ruginya jika sahur ditinggalkan atau dilakukan tidak pada waktunya. Semisal makan pada awal atau pertengahan malam. Selain memang tidak relevan dengan makna sahur yang berarti makanan yang disantap pada pengujung malam, sahur pada awal atau pertengahan malam juga akan menjauhkan kita dari momen yang sangat berharga bagi seorang hamba.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement