REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revolusi pertanian untuk memperkenalkan tanaman-tanaman baru serta perluasan dan intensifikasi irigasi, telah menciptakan sistem pertanian yang kompleks dan beragam.
Lahan-lahan yang semula hanya menghasilkan satu jenis tanaman setiap tahun, oleh para petani Muslim ‘disulap’ bisa ditanami dua sampai tiga jenis tanaman secara rotasi. Alhasil, produksi pertanian meningkat dan kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus meningkat dapat tercukupi.
Sejarawan Prancis, Baron Carra de Vaux menambahkan, umat Islam merintis penanaman beberapa jenis hortikultura di Andalusia, di antaranya bunga tulip, enceng gondok, narcissa, lili, melati, mawar, buah persik, dan plum. Mereka juga memperkenalkan jenis tanaman yang harus diairi dengan sistem irigasi, seperti tanaman tebu dan padi.
Di Andalusia, tanaman tebu disiram setiap empat sampai delapan hari sekali. Sedangkan padi, harus selalu terendam air. Kapas dikembangkan pada akhir abad ke-11. Sejarah mencatat, Andalusia akhirnya mampu berswasembada kapas dan mengekspornya ke Ifriqiya hingga ke selatan Sijlmasa. Tanaman jeruk juga mendapat air dari sistem irigasi meski seperti pohon dan tanaman kering lainnya, jeruk tidak perlu sering disiram.
Mengenai kemajuan Andalusia dalam bidang pertanian juga dikatakan Joseph McCabe, cendekiawan berkebangsaan Inggris. Di bawah kekuasaan Islam, Andalusia menjelma menjadi daerah perkebunan yang subur, katanya.
Di sepanjang wilayah Guadalquivir, Spanyol, lanjut dia, terdapat 12 ribu desa yang memiliki lahan pertanian subur. Para petani Muslim mengerjakan sendiri lahan-lahan perkebunan itu. Kondisi jauh berbeda dibanding ketika Andalusia dikuasai orang-orang Kristen. Kala itu, perkebunan digarap oleh para budak dan tak semaju ketika dikelola Muslim.