Senin 06 May 2019 19:00 WIB

Serikat Pekerja dalam Peradaban Islam

Pada masa peradaban Islam, para pekerja atau buruh sangat dihormati

Ilmuwan Muslim (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Ilmuwan Muslim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada 1 Mei lalu, kaum buruh di seantero dunia merayakan Hari Buruh Sedunia. Kaum buruh yang tergabung dalam berbagai organisasi serikat pekerja turun ke jalan-jalan untuk menuntut kesejahteraan dan kehidupan yang lebih layak. Sejatinya, kaum buruh adalah pilar penting yang menopang keberadaan sebuah peradaban.

Jauh sebelum serikat buruh muncul di dunia Barat, peradaban Islam di era keemasannya telah mengenal serikat pekerja. Serikat buruh telah muncul di Dunia Islam beberapa abad yang lalu,” ujar John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern.  Serikat pekerja sudah mulai berkembang di kota-kota peradaban Islam pada abad ke-11 M/ 5 H.

Dunia internasional baru mengenal organisasi serikat buruh/pekerja pada 1919 dengan dibentuknya Organisasi Buruh Internasional (ILO), sedangkan cikal bakal serikat pekerja di Amerika Serikat (AS) mulai muncul pada akhir abad ke-18 M. Itu artinya, kesadaran kaum buruh untuk berorganisasi dan berserikat pertama kali muncul di era peradaban Islam.

Kajian tentang buruh dan pekerja industri dalam peradaban Islam memberikan hasil yang menarik,” ujar Prof Ahmed Y al-Hassan dan Dr Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated History.  Kota-kota Islam, pada era keemasan, menjelma menjadi metropolitan dunia. Semua itu tak lepas dari peran penting kaum pekerja/buruh.

Menurut Al-Hassan dan Hill, ketika Baghdad menjadi kota terbesar di dunia pada zaman Kekhalifahan Abbasiyah, sebagian besar penduduknya adalah pembuat berbagai jenis kerajinan tangan dan perdagangan yang amat banyak jumlahnya. Nah, para buruh di berbagai industri kerajinan dan perdagangan itu membentuk serikat pekerja.

Dalam budaya Islam, papar Al-Hassan dan Hill, terdapat rasa hormat yang sama terhadap semua jenis pekerjaan, usaha, dan pertukangan. Pada masa itu, terampil membuat sebuah barang menjadi sebuah kebanggaan. Seorang pekerja yang terampil sangat dihargai. Tak hanya itu, keanggotaan dalam sebuah serikat kerja juga memberi perasaan bangga bagi seorang buruh atas hasil karyanya.m

Pada masa peradaban Islam, para pekerja atau buruh sangat dihormati berdasarkan keahliannya. Para arsitek atau rekayasawan Muslim, misalnya, bukan hanya dihormati di masyarakat, melainkan juga menempati kedudukan tinggi dalam pemerintahan. Di zaman itu, para pekerja/buruh berserikat bukan hanya untuk tujuan profesional, melainkan juga tujuan-tujuan sosial dan religius. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement