REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari 11 tahun, Palestina yang berada di Tanah Gaza mengalami keterbatasan akses, terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ramadhan tahun lalu, Palestina melakukan sahur dan berbuka dalam kegelapan.
Menanggapi kondisi tersebut, Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus berupaya untuk meringankan beban saudara di Palestina. Dengan mengusung tema "Marhaban Yaa Dermawan". ACT akan menjalankan program spesial Ramadhan di Palestina yakni Dapur Ramadhan dan Paket Pangan Ramadhan untuk menyediakan makanan siap santap ketika sahur dan berbuka.
Dapur Ramadhan dan Paket Pangan Ramadhan tidak hanya menyasar mereka yang tinggal di rumah sementara, tetapi juga untuk pasien dan petugas medis di sejumlah rumah sakit hingga para pejuang kemerdekaan yang rutin mengikuti aksi Great Return March setiap Jumat.
“Adapun Paket Pangan Ramadhan yang dibagikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bangsa Palestina. Bahkan paket pangan juga ada yang dibagikan di ujung Ramadhan dengan tujuan melengkapi kebahagiaan lebaran,” papar Andi Noor Faradiba dari Global Humanity Response ACT, seperti dalam siaran persnya.
Sejalan dengan itu, Bulan Ramadhan identik sebagai momentum mempererat tali persaudaraan, termasuk antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Palestina. Pada Ramadhan 1440 H ini, seluruh program bantuan selama Ramadhan terangkum dalam tema “Marhaban Yaa Dermawan”. Semangat kedermawanan ini menjadi nilai utama yang akan disebarkan oleh ACT tidak hanya secara lokal tetapi juga global.
“Kami akan mengajak seluruh masyarakat dermawan, baik yang sedang berada di dalam negeri ataupun luar negeri, untuk sama-sama meringankan beban bangsa Palestina di bulan Ramadhan mendatang. Insya Allah, akan ada kesempatan bagi kita untuk mewujudkan kebahagiaan Ramadhan kepada bangsa Palestina. Sebab sebagai sesama manusia adalah kewajiban kita untuk meredam duka mereka,” pungkas Faradiba.
Mengulas kembali ingatan selama Ramadan 1439 Hijriyah, momen paling menyayat tampak ketika bangsa Palestina melakukan sahur dan iftar dalam kegelapan. Tidak ada daya listrik yang dipasok lebih dari lima jam di Gaza.
Kondisi yang menambah penderitaan, terutama bagi keluarga yang tidak mampu menebus seliter atau dua liter bensin untuk menyalakan generator sebagai pengganti sumber listrik. Penderitaan bagi masyarakat Palestina juga datang akibat langkanya rasa tenang saat menjalankan bulan Ramadan. Sebab. serangan demi serangan malah semakin digencarkan oleh Israel.