Rabu 01 May 2019 18:30 WIB

Kisah Pertemuan Suku Aborigin dan Pelaut Bugis

Beberapa pedagang Muslim dari Makassar hidup dan menikahi wanita Aborigin

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Gua di kawasan berbatu Warratyi, tempat penemuan perkakas tertua milik suku Aborigin.
Foto: ABC
Gua di kawasan berbatu Warratyi, tempat penemuan perkakas tertua milik suku Aborigin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di wilayah Arnhem Land, para pelaut dan pedagang Muslim dari Makassar itu memperkenalkan sejumlah kata, seperti kata rupiah yang artinya uang. Interaksi lintas budaya tersebut berlangsung selama lebih dari tiga abad.

Periode itu menjadi awal pertemuan penduduk asli Australia dengan para pelaut Muslim dari Makassar yang membawa budaya, tradisi, dan agama. Menurut sejarawan Australia, Peter G Spillet, pada periode itu terjadi kontak budaya antara Muslim Makassar dan Aborigin.

Baca Juga

Peter juga berhasil mengumpulkan 250 suku kata Bugis-Makassar dan Melayu dalam perbendaharaan kata orang-orang Aborigin di masa kini. Ia pun berhasil menemui bebe rapa keturunan Bugis-Makassar yang pernah menjelajah Australia, sebagian di antaranya diduga masih mewarisi darah Aborigin. Di be berapa daerah Australia Utara juga masih dijumpai nama-nama Makassar, seperti Kayu Jawa di Pantai Kimberley dan Teluk Mangko di Teluk North West.

Pada 24 Juni 2014, BBC memublikasikan berita tentang kedatangan Islam ke Australia. Antropolog John Bradley dari Universitas Monash, Melbourne mengatakan, hubungan perdagangan dengan Muslim Makassar meru pakan hubungan internasional yang pertama bagi orang-orang Aborigin. "Mereka (orang Aborigin dan Muslim Ma kassar) berdagang bersama secara adil, tidak ada penilaian rasial, tidak ada kebijakan ra sial," kata Bradley seperti dilansir BBC.

Menurut Bradley, apa yang dilakukan pelaut Muslim dari Makassar sangat berbeda dengan Inggris. Inggris mendirikan negara Terra Nullius atau negara di tanah yang tidak dimiliki siapa pun. Inggris menjajah negara tersebut tanpa persetujuan atau tanpa meng akui hak-hak masyarakat yang ada di tanah itu.

Sebaliknya, beberapa pedagang Muslim dari Makassar hidup dan menikahi wanita Aborigin di Australia. Mereka meninggalkan warisan agama dan budaya. Bahkan, keper ca yaan masyarakat Islam memengaruhi mito logi Aborigin. "Jika pergi ke timur laut Arnhem Land ada jejak Islam dalam lagu, lukisan, tarian, ritual pemakaman, dengan analisis linguistik, Anda bisa mendengar lagu-lagu pujian kepada Tuhan atau doa-doa tertentu kepada Tuhan," kata Bradley.

Bradley mencontohkan sosok bernama Walitha'walitha yang disembah oleh klan Yolngu di Pulau Elcho di lepas pantai utara Arnhem Land. Menurut dia, nama tersebut berasal dari frasa Arab, yakni Allah Ta'ala. Namun, perdagangan teripang antara orang Makassar dan Aborigin berakhir pada tahun 1906. Perdagangan tersebut berhenti aki bat pajak yang tinggi dan kebijakan pe me rintah yang membatasi perdagangan nonkulit putih.

Lebih dari seabad kemudian, sejarah kebersamaan masyarakat Aborigin dan Makassar masih dirayakan oleh komunitas Abo rigin di Australia Utara. Tujuannya untuk saling mempercayai dan menghormati.

Sebelumnya, pada tahun 1788, Kapten James Cook dari Inggris mendarat di pantai timur Benua Australia, sekarang Sydney. Ia pun mengklaim, wilayah itu sebagai wilayah Inggris. Kemudian, rombongan-rombongan dari Inggris terus berdatangan untuk mencari tempat tinggal baru di Australia. Sedikit demi sedikit, Australia pun dikua sai orang kulit putih, khususnya dari Kerajaan Inggris Raya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement