REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah
Allah menciptakan alam beserta isinya untuk dipergunakan dan diambil manfaatnya oleh manusia. Alam itu merupakan ruang hidup yang teratur dalam bentuk yang serasi dan selaras dengan kepentingan mereka.
Namun, manusia memiliki kecenderungan merusak ekosistem alam. Kerusakan yang terjadi pada alam, hakikatnya, ialah akibat ulah manusia yang telah merusak keseimbangan itu.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Ruum [30]: 41).
Padahal, semestinya keserasian dan keselarasan itulah yang perlu terus dipelihara agar tercipta apa yang diistilahkan Alquran dengan keseimbangan (al mizan). Konsistensi dan komitmen memelihara alam itu agar terhindar dari bencana di jagat raya.
Allah SWT berfirman, “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS ar-Rahman [55]: 7-9).
Dalam buku Ensiklopedi Muhammad disebutkan, Rasulullah SAW menunjukkan kesadaran cara pandang terhadap alam ini dalam banyak bentuk. Nabi pernah menyatakan sebuah ungkapan rasa perhatian terhadap Gunung Uhud sebagai salah satu bagian kecil dari alam: innahu yuhibunna wu nuhibbuhu. 'Sesungguhnya ia (Uhud) mencintai kita, begitu pula sesungguhnya kita mencintainya.'
Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya.
Adalah Abu Darda’, sahabat yang pernah dijuluki sebagai prajurit berkuda terbaik di Perang Uhud oleh Rasulullah itu, pernah menceritakan bagaimana para sahabat mendapatkan pelajaran tentang pemanfaatan sumber daya alam.
Rasulullah menekankan agar bercocok-tanam dan menghijaukan kembali tanah-tanah mati. Oleh tokoh ulama terkemuka masa kini, Syekh Yusuf Al Qaradhawi, ikhtiar penghijauan dikategorikan sebagai amalan yang mendatangkan pahala. Dan, memakmurkan bumi adalah ibadah mulia di sisi-Nya.
Dalam kitab monumentalnya— Muqaddimah—Ibnu Khaldun mengatakan, pemeliharaan dan pelestarian lingkungan kini menjadi keharusan tak terelakkan bagi segenap umat manusia di muka bumi.
Bila alam terjaga dan terpelihara, maka secara langsung akan memberikan dampak positif bagi kelangsungan dan keseimbangan hidup. Hal inilah yang mendorong Umar Bin Khaththab mengeluarkan ketetapan tentang pengelolaan lahan mati. Keputusan yang ia ambil tersebut merujuk pada hadis-hadis terkait penghidupan kembali lahan mati (ihya’ al mawat).