Rabu 24 Apr 2019 19:37 WIB

Pergantian Nama Kota Warisan Muslim di India Picu Polemik

Pergantian nama kota di India meresahkan umat Islam.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nashih Nashrullah
Panel surya yang dipasang di atas Masjid Jame di Mumbai, India..
Foto: Mid-Day
Panel surya yang dipasang di atas Masjid Jame di Mumbai, India..

REPUBLIKA.CO.ID, ALLAHABAD — Puluhan juta umat Hindu melakukan ritual berenang di Sungai Gangga pada musim dingin. Kegiatan itu sebagai bagian dari festival keagamaan terbesar di dunia, Kumbh Mela.  

Selama berabad-abad, Kumbh Mela diselenggarakan di berbagai kota di India utara, termasuk Allahabad. Namun, nama daerah Allahabad sudah tidak ada lagi. Karena itu, para peziarah merasa kebingungan tahun ini.  

Baca Juga

Seperti dilansir di National Public Radio pada Rabu (24/4), para pejabat partai nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), yang mengusung Perdana Menteri Narendra Modi mengubah nama Allahabad menjadi Prayagraj.

Prayagraj merujuk situs ziarah Hindu di daerah itu. Sebenarnya, nama Allahabad berasal dari abad ke-16 yang merupakan peninggalan penguasa Muslim, Kaisar Mughal Akbar. Perubahan nama memicu beberapa kebingungan birokrasi. 

Kendati demikian, sejumlah instansi akan tetap mempertahankan penggunaan nama Allahabad. Pengadilan Tinggi Allahabad bertekad tidak akan mengubah nama instansinya. Selain itu, Universitas Allahabad juga berniat mempertahankan namanya. Sementara itu, kantor pos setempat segera mengubah tanda-tanda Allahabad menjadi Kantor Pos Prayagraj, serta semua prangko karet.  

Pengubahan nama Allahabad menjadi berita utama. Hal itu bukan disebabkan karena kerepotan tanda-tanda perubahan, melainkan karena adanya tren nasionalisme Hindu yang berkembang dalam politik India.

Selama lima tahun terakhir masa pemerintahan Perdana Menteri Modi, politisi nasionalis Hindu dari BJP telah mengganti nama kota, jalan, bandara, dan salah satu stasiun kereta api terbesar di India.

Mereka mengubah nama-nama yang mencerminkan warisan Muslim. Dengan melakukan itu, mereka merevisi peta India dan mencoba menulis ulang sejarahnya.   

Satu generasi yang lalu, jauh sebelum PM Modi berkuasa, para pemimpin nasionalis sayap kanan Hindu di negara bagian Maharashtra mengganti nama Bombay menjadi Mumbai. 

Artinya, mengangguk pada dewi pelindung kota Mumbadevi. Kota-kota lain mengikuti, seperti, Madras menjadi Chennai, Calcutta menjadi Kolkata, Bangalore menjadi Bengaluru. Semua perubahan adalah penolakan terhadap nama-nama Anglikan yang mulai digunakan pada masa pemerintahan kolonial Inggris.  

Dalam gelombang perubahan nama terbaru, ini bukan tentang menghapus monikers kolonial. Namun, hal itu diduga tentang upaya menghapus orang-orang Muslim. Perubahan dipercepat pada 2018, menjelang pemilihan tahun ini.   

photo
Sungai Gangga

Sekitar satu dari enam orang India adalah Muslim. Muslim adalah kelompok agama terbesar kedua di negara itu, setelah Hindu. Di Allahabad, lebih dari 20 persen populasi penduduknya adalah Muslim. Banyak Muslim melacak garis keturunan mereka berabad-abad yang lalu. 

Salah satu warga bernama Ashraf Ahmed menganggap, pengubahan nama artinya menghilangkan budaya dan warisan Muslim. “Pada dasarnya budaya dan warisan kami yang dihilangkan,” Ahmed (30), seorang pemilik bisnis teknologi informasi (TI) Muslim di Allahabad. 

Ahmed mengisahkan masyarakat di kota itu sudah hidup bersama selama ratusan tahun, baik itu Muslim, Kristen, Hindu, dan lainnya. Sebab, India memiliki banyak agama.

“Tapi, umat Islam, saat ini menghadapi beberapa masalah dari pemerintah ini. Agak tegang,” ujar dia.

Ahmed khawatir upaya menghapus nama Muslim di kota asalnya, adalah langkah menuju penghapusan sejarah keluarga, identitas, dan akhirnya menghilangkan hak warga Muslim India. n Umi Nur Fadhilah

 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement