REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pesantren telah mengantisipasi dengan baik realitas kemajuan teknologi berupa Revolusi Industri 4.0. Proses digitalisasi tersebut, telah berjalan pada kehidupan masyarakat sehari-hari di berbagai lapisan.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Sulton Fathoni, menyatakan Industri 4.0 saat ini pesantren telah berorientasi pada pengembangan material yang sudah ada.
"Saat ini yang sering tampak sudah dinikmati pesantren adalah digitalisasi material pesantren yang lebih berorientasi 'enchancement' atas material yang sudah ada," kata kepada Republika.co.id, Jumat (12/4).
Sulton mencontohkan digitalisasi yang dilakukan di pesantren, seperti alat pembelajaran sudah di aplikasikan dengan baik. Bahkan, pembelian barang-barang secara digital sudah terjadi dikalangan santri.
"NU sudah mempunyai NUcash untuk alat bayar dan pembelian merchant. Pesantren Sidogiri sudah menerbitkan kartu e-maal untuk alat transaksi belasan ribu santrinya," ujarnya.
Wakil Sekjen PBNU dan Pimpinan NU Channel, Imam Pituduh, mengatakan NU dan pesentran tidak lagi berkonsentrasi pada Revolusi Industri 4.0, tetapi telah dikonsentrasikan pada Industri 5.0.
"Pesantren sudah berkonsentrasi di 5.0, mengapa? Karena 4,0 itu hanya tergantung pada perubahan informasi dan bidang IT. Jadi, itu (4.0) hanya menjadi tools bagi pesantren," katanya.
Imam menjelaskan proses digitalisasi yang biasa digunakan seperti IOT (internet of things), cloud computing system sudah banyak digunakan di pesantren. Pesantren telah merambah beberapa bidang digital lainnya seperti, start-up, fintech dan tele education.
Lebih lanjutnya, hal terpenting dalam era digital adalah membangun sumber daya manusianya. Karena itu, baik dari segi kreativitas, produktivitas, dan juga membangun mentalitas manusianya.
Dia menjelaskan, sumber daya manusia yang baik dapat mengoptimalkan perkembangan teknologi agar nantinya tidak menjadi bumerang bagi santri dan masyarakat.
"Revolusi Industri 4.0 jika tidak diantisipasi dan tidak teradaptasi dengan baik oleh orang yang menggunakan jadi hoax dimana-mana, digunakan sebagai hal yang negatif," ujarnya.