Senin 08 Apr 2019 18:03 WIB

KH Choer Affandi, Ulama Tasikmalaya yang Kharismatik

KH Choer Affandi lahir dengan nama Onong Husen.

(Ilustrasi) KH Choer Affandi
Foto: tangkapan layar google
(Ilustrasi) KH Choer Affandi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cukup banyak ulama besar yang berasal dari masyarakat Sunda. Salah satunya adalah KH Choer Affandi, sang pendiri Pondok Pesantren Miftahul Huda Tasikmalaya, Jawa Barat.

Tokoh ini lahir dengan nama Onong Husen. Dia lahir pada 12 September 1923 di Desa Cigugur, Ciamis. Dari garis silsilah ayahnya, Raden Mas Abdullah, sosok yang akrab disebut Uwa Ajengan ini termasuk kalangan bangsawan Mataram. Dia juga mewarisi darah ulama dari ibunya, Siti Aminah.

Baca Juga

Sejak kecil, anak kedua dari tiga bersaudara ini cukup beruntung karena mendapatkan akses pendidikan Barat. Hal ini tidak mengherankan karena Raden Mas Abdullah merupakan seorang pegawai tinggi pada sistem kolonial Belanda. Akan tetapi, neneknya dari pihak ayah, Haesusi, ingin agar Onong Husen tidak terserap budaya Barat sehingga melupakan jati diri Muslim Sunda.

Oleh karena itu, Haesusi membujuk cucunya ini agar mau memeroleh pendidikan agama di pondok pesantren yang diasuh KH Abdul Hamid. Hal itu terjadi setelah Onong Husen lulus dari sekolah Belanda untuk bumiputera, HIS (Hollandsch-Inlandsche School) pada 1936. Demikian kesaksian, KH Abdul Fattah, putra pertama KH Choer Affandi, seperti dikutip situs resmi Pesantren Miftahul Huda.

Kemudian, Onong Husen melanjutkan studinya ke pesantren Sukamanah yang dipimpin KH Zainal Mustafa, sosok yang akhirnya dikenang sebagai pahlawan nasional. Dia mendapat bimbingan dari seorang santri senior, H Masluh. Pembimbingnya ini lantas mendirikan pesantren baru, Legok Ringgit, yang berjarak cukup dekat dari Sukamanah. Di sinilah Onong Husen mendaftarkan diri dengan nama barunya, Choer Affandi. Demikian keterangan KH Abdul Fattah yang diwawancarai Yat Rospia Brata untuk artikelnya pada Jurnal Artefak (Januari, 2013).

Choer Affandi dikenal luas sebagai santri yang takzim terhadap para guru. Sifatnya itu memudahkannya dalam menyerap ilmu-ilmu agama dan mendapatkan keberkahan. Perjalanannya menuntut ilmu dilanjutkan ke Pesantren Paniis yang diasuh KH Shobir di Desa Cigadog Leuwisari. Enam bulan lamanya dia belajar ilmu ushul fiqih di sana. Saat itu, Choer Affandi sudah mencapai usia 17 tahun.

Sesudah itu, dia kembali ke Legok Ringgit. Namun, selang beberapa waktu kemudian, Choer Affandi diperintahkan gurunya untuk pergi ke Pesantren Tunangan, Tasikmalaya, guna mendalami ilmu falak. Pesantren tersebut dipimpin KH Dimyati. Satu tahun kemudian, dia tamat belajar dari Tunangan. Selanjutnya, dia belajar pada KH Mansur di Pesantren Jembatan Lima, Jakarta, sampai akhir tahun 1941.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement