REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Secara keseluruhan, Masjid Kampung Kling memang memiliki karakteristik khas bangunan masjid di daerah Asia Tenggara. Masjid itu dibangun dengan bentuk segi empat, berbeda dengan bangunan masjid yang banyak dilihat di kawasan Timur Tengah yang cenderung berbentuk segi delapan.
Kolom bergaya Corinthian berdiri di bagian tengah masjid, yang memisahkan antara ruangan shalat dan beranda. Kolom tersebut juga memisahkan antara mimbar dan ruangan shalat yang berada tepat di tengah masjid.
Secara garis besar, Masjid Kampung Kling dibangun dengan rangka kayu. Atap masjid yang terdiri atas tiga lapis, serta memiliki bentuk mirip piramida. Barangkali, itulah ciri khas lain dari masjid di daerah Malaka. Atap tersebut berdiri tegak dengan disangga empat pilar besar yang terletak di bagian tengah masjid.
Keempat pilar itu sengaja dibuat mirip dengan empat pilar lain yang menopang atap paling bawah. Atap ini adalah atap yang paling lebar. Konstruksi pilar dan bentuk masjid ini membentuk segi empat yang sempurna. Pada bagian depan masjid, dibuat tangga tambahan menuju beranda sebagai jalan masuk ke dalam masjid.
Desain atap yang terdiri atas tiga bagian ini bukan sekadar untuk penampilan, tetapi juga digunakan sebagai ventilasi udara dan pencahayaan. Pada atap paling atas dengan atap bagian tengah terdapat jarak yang cukup signifikan untuk aliran udara.
Desain ini sangat cocok untuk karakter daerah Malaka yang lembab karena adanya musim hujan. Pada atap paling bawah, bentuknya jauh lebih lebar dan ditutupi dengan genting merah. Rongga antara atap paling bawah dan atap bagian tengah jauh lebih sempit.
Di bagian belakang masjid, akan ditemukan halaman yang dihiasi dengan air mancur. Bagian ini biasanya digunakan sebagai tempat berwudhu. Bagian kolam dengan air mancur itu dibangun lebih tinggi dari lantai dasar halaman masjid. Bangunannya dibuat berundak-undak.
Di samping masjid, akan tampak menara yang tinggi menjulang. Tidak seperti bangunan masjid yang berkonstruksi kayu, menara tempat azan itu dibangun dari susunan batu bata dan semen. Bentuknya yang mirip pagoda atau stupa itu merupakan ciri khas dari bangunan di Malaka.
Pada awalnya, menara ini bukan merupakan bagian dari arsitektur Islam Malaysia. Akan tetapi, penggunaannya semakin lama kian banyak karena fungsinya yang sangat efektif di daerah yang padat penduduk. Azan yang dikumandangkan dari masjid itu pun bisa didengar hingga jarak jauh. Pada 1868, Masjid Kampung Kling dan menaranya ditutup dengan tembok untuk memisahkannya dari jalanan yang sibuk di kawasan itu.
Untuk memperindah masjid, keramik yang menutupi langit-langit, lantai, dan bagian bawah tembok diimpor langsung dari Cina. Pengaruh oriental tidak hanya tampak dari keramik-keramiknya, tetapi juga terdapat pada beberapa motif dekorasi yang ada di tembok dan jendela, serta mahkota kubah (mustaka).