REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mengapresiasi filantropi Dompet Dhuafa, yang telah mengembangkan zakat digital. Dompet Dhuafa yang menyasar kaum millenial untuk senang bersedekah, dinilai sudah tepat apalagi dengan adanya situs Bawaberkah.com yang akan lebih memudahkan kaum milenial untuk berinfak dan bersedekah.
Kominfo sendiri, mencatat untuk pengguna internet yang ada di Indonesia ini selalu meningkat setiap tahunnya dan di 2018, tercatat ada 143,6 juta jiwa yang menjadi pengguna aktif internet. Ini berarti, jumlah pengguna internet oleh warga Indonesia sudah mencapai 54 persen lebih dari total jumlah penduduk Indonesia.
Kasie Pengembangan dan Fasilitasi Platform Perdagangan, Direktorat Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Puthi Adelia Elvina, juga menjelaskan bahwa ia berada dalam direktorat baru di Kominfo, yang khusus mengurus untuk ekonomi digital.
“Saya dari Direktorat Ekonomi Digital, jadi direktorat ini baru berdiri September 2018 lalu. Ini untuk pengembangan ekosistem ekonomi digitalnya,” ungkap Puthi ketika menjadi pembicara dalam acara "Digital Philantropy Meet Up", yang diadakan di Kantorku Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/3).
Ia mengatakan, Kominfo memiliki beberapa program yang menyangkut masalah digital salah satunya adalah UMKM Go Online. Program ini dibentuk untuk melakukan kerjasama dengan marketplace, yakni untuk membantu pemasaran produk, dan kerjasama juga dengan platform pembayaran, yakni untuk membantu pembayaran sistem online (cashless).
Kominfo mengapresiasi, yang rupanya program-program Kominfo juga sudah dijalankan oleh filantropi seperti Dompet Dhuafa. “UMKM Go Online ini bekerja sama juga dengan Bukalapak dan BliBli, tapi ternyata inu juga telah dilakukan oleh filantropi tadi. Zakat digital ada sendiri dari Baznas dan situs bawaberkah,” jelas Puthi.
Anak muda atau generasi milenial, yang pada akhirnya memang terlibat dalam zakat digital atau startup lainnya. Mereka memiliki semangat ingin menyelesaikan masalah di daerah, sehingga banyak ditemukan startup dari bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, dan lain-lainnya.
Seluruh generasi milenial, diungkapkan Puthi, dapat dilakukan bila para anak muda sudah memiliki modal. Apa modalnya? Bukan modal uang saja, melainkan pola pikir yang benar, niat tulus, kreatif, kemauan yang kuat, dan semangat. “Ini harus dimiliki anak muda agar bisa mendukung pemerintah,” kata dia.
Jadi, saat ini peran pemerintah sudah mulai bergeser dimana pemerintah harus fokus pada relaksasi dan simplifikasi dalam sebuah regulasi. Pemerintah tinggal meminta startup untuk wajib mendaftarkan data mereka, agar segala perizinan bisa lebih mudah.
“Kementerian bekerjasama dengan beberapa startup juga, misalnya pemerintah mulai kenalkan startup ke petani pedesaan. Kami ada program Petani Go Online. Tapi yang jadi PR penting sekarang adalah bagaimana penyampaian literasi digital ke masyarakatnya,” ucap Puthi.
Jika seluruh pihak bisa bersinergi, tidak menurup kemungkinan pada 2030, generasi millenial merupakan generasi yang paling tinggi kelas konsumennya. Sehingga filantropi punya potensi besar mendapatkan infak dan sedekah dari milenial.