Senin 25 Mar 2019 18:33 WIB

PBNU Tanggapi Penetapan 1 Ramadhan dari Muhammadiyah

PBNU memiliki metode yang cukup berbeda daripada yang dilakukan Muhammadiyah.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Hasanul Rizqa
Logo Nahdlatul Ulama (ilustrasi)
Foto: tangkapan layar wikipedia
Logo Nahdlatul Ulama (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi Islam telah mengumumkan penetapan tanggal 1 Ramadhan 1440 Hijriyah. Misalnya, Muhammadiyah yang telah menetapkan tanggal 1 Ramadhan tersebut bertepatan dengan 6 Mei 2019 Masehi.

Selain itu, Muhammadiyah juga menetapkan 1 Syawal 1440 Hijriyah atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 5 Juni 2019. Adapun hari Arafah 9 Dzulhijah 1440 Hijriyah jatuh pada Sabtu, 10 Agustus 2019. Dengan demikian, Idul Adha jatuh pada Ahad, 11 Agustus 2019.

Baca Juga

Sehubungan dengan itu, Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi menjelaskan, pihaknya memiliki cara yang cukup berbeda dalam menentukan awal bulan Hijriyah, termasuk Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah.

Menurut dia, ada tiga tahapan yang perlu dilakukan, yakni hisab, rukyat dan ikhbar. Hisab adalah metode yang sama seperti yang dilakukan Muhammadiyah. Organisasi itu memakai perhitungan astronomi hakiki wujudul hilal.

Adapun rukyat merupakan metode yang mengandalkan penglihatan hilal. “Jadi, hisab sebagai landasan keilmuan (astronomi). Rukyat mengikuti anjuran Rasul Shalallahu 'Alaihi Wasallam,” ujar Masduki Baidlowi saat dihubungi Republika.co.id, Senin (25/3). 

Tahap selanjutnya yakni ikhbar, yaitu mengabarkan hasil kepada publik. Hal itu setelah adanya koordinasi dengan hasil rukyat pemerintah.

Baidlowi mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan keputusan Muhammadiyah terkait penetapan awal bulan Hijriyah. Menurut dia, perbedaan metode yang digunakan tidaklah menjadi soal. Yang terpenting, metode tersebut mengikuti tuntunan Rasul SAW dan menghasilkan hasil yang jelas.

“Sama atau tidak, bukan merupakan hal yang prioritas. Ya, kalau sama, alhamdulillah, kita bersyukur. Kalau beda, juga alhamdulillah. Umat juga sudah terbiasa berbeda,” ujar dia.

“Catatan pentingnya, pemerintah biasanya mengikuti metode seperti yang dilakukan oleh NU. Biasanya pula, rakyat atau umat lebih banyak yang mengikuti ketetapan pemerintah,” ujar Baidlowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement