Senin 25 Mar 2019 18:28 WIB

Komentari Kecebong-Kampret, MUI: Bukan Akhlak Mulia

Predikat kecebong-kampret hendaknya ditinggalkan.

Jajaran pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (25/3).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Jajaran pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharapkan kepada masyarakat agar tidak meneriakkan istilah "kecebong" maupun "kampret" sebagai ekspresi perbedaan pilihan politik dalam ruang publik seperti majelis taklim.

"Saya melihat istilah-istilah yang tidak baik itu tidak perlu dipertahankan atau diteruskan karena itu menyalahi akhlakul karimah (akhlak mulia)," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Muhyidin Junaidi menjawab pertanyaan media di Jakarta, Senin (25/3).

Baca Juga

Menurut Muhyidin, pendukung masing-masing kubu politik tidak perlu memberikan predikat tertentu kepada pihak yang memiliki perbedaan pandangan politik dengannya.

Dalam masa pesta demokrasi saat ini, masyarakat kerap menjuluki dua panggilan bagi masing-masing pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Istilah "kecebong" kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sedangkan "kampret" kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Kalau kita tidak senang kepada pihak tertentu, ya sudah, tidak usah kita kasih predikat 'kecebong', 'kampret', dan lain sebagainya. Itu tidak terpuji," demikian Muhyidin.

Muhyidin menegaskan, perbedaan pilihan politik jangan sampai menjadikan bangsa Indonesia terpecah belah. Dia juga mengajak umat Islam untuk memanfaatkan hak pilihnya dalam pemilu, 17 April 2019.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement