REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sa'ad bin Abi Waqash merupakan seorang sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga. Dia memeluk Islam ketika berumur 17 tahun. Suatu hari dalam hidupnya, ia didatangi Abu Bakar Ash-Shiddiq yang dikenal sebagai orang yang ramah.
Abu Bakar lantas mengajak Sa'ad untuk menemui Nabi Muhammad SAW di sebuah perbukitan dekat Makkah. Pertemuan itu mengesankan bagi Sa'ad. Ia pun segera menerima risalah Nabi Muhammad SAW dengan tangan terbuka. Sejak saat itu, Sa'ad menjadi salah satu sahabat yang pertama masuk Islam, yakni dalam era Makkah atau sebelum Hijrah.
Silsilahnya secara tidak langsung bersambung dengan Rasulullah SAW. Aminah binti Wahhab, yakni ibunda Nabi Muhammad SAW, berasal dari suku yang sama dengan Sa'ad, yaitu Bani Zuhrah.
Karena itu, Sa'ad juga sering disebut sebagai Sa'ad Zuhrah atau Sa'ad dari Zuhrah. Pria ini memiliki banyak keutamaan. Suatu saat dia pernah disambut Rasulullah SAW dengan gembira.
Rasulullah SAW begitu membanggakan Sa'ad. Beliau bersabda, "Ini dia pamanku...! Siapa orang yang punya paman seperti pamanku ini?" Kakeknya Sa'ad adalah Uhaib, putra dari manaf yang menjadi paman dari Ibunda Rasulullah SAW.
Sa'ad dan Anak Panah Pertama
Selain itu, Sa'ad bin Abi Waqash juga merupakan orang Muslim yang pertama kali melepas anak panah dalam jihad Islam. Dia pula yang mula-mula terkena anak panah dalam kancah jihad.
Pernah suatu kali Rasulullah SAW bersabda di tengah Perang Uhud, "Panahlah hai Sa'ad! Ibu bapakku menjadi jaminan bagimu!" Ali bin Abi Thalib juga mengatakan: "Tidak pernah saya dengar Rasulullah mengatakan ibu bapaknya sebagai jaminan seseorang kecuali untuk Sa'ad."
Sa'ad adalah seorang kesatria Muslim yang paling berani. Ia mempunyai dua kekuatan yang sangat ampuh: panah dan doanya. Jika ia memanah, pasti tepat sasaran. Jika ia berdoa, akan dikabulkan-Nya. Hal ini tak lepas dari doa Rasulullah untuk Sa'ad. Suatu hari Rasulullah SAW menyaksikan sesuatu dari Sa'ad yang menyenangkan hati beliau. Maka Rasulullah SAW pun bermunajat, "Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya (Sa'ad bin Abi Waqash) dan kabulkanlah doanya..!"
Demikianlah, diri Sa'ad menjadi ma syhur lantaran doanya disebut makbul. Kelak ketika fitnah terjadi pada zaman kekhilafahan Ali bin Abi Thalib, Sa'ad mendengar seorang laki-laki memaki Ali, Thalhah, dan Zubair. Orang itu bahkan terus menolak berhenti mencaci-maki.
Maka, Sa'ad pun berkata, "Kalau begitu, akan saya doakan kamu kepada Allah." Laki-laki tadi lantas berkata, "Rupanya kamu hendak menakutiku, seolah-olah kamu seorang Nabi."
Maka, Sa'ad pun pergi wudhu dan melakukan shalat dua rakaat kemudian berdoa: "Ya Allah, kiranya menurut ilmu-Mu, laki-laki ini telah memaki segolongan orang yang telah memeroleh kebaikan-Mu dan tindakan mereka mengundang amarah murka-Mu. Maka mohonlah dijadikan hal ini sebagai pertanda dan pelajaran."
Tidak lama kemudian, tiba-tiba dari salah satu pekarangan rumah muncul seekor unta liar dan menabrak laki-laki tadi sehingga meninggal.
Memuliakan Orang Tua
Sa'ad adalah teladan istiqamah dalam iman dan hidayah. Betapa mahalnya hidayah itu bahkan harus dipertahankan dengan susah payah. Terkisahlah ibunda Sa'ad yang melakukan mo gok makan berhari-hari demi menentang keislaman anaknya.
Semakin hari semakin parahlah kondisi ibu Sa'ad ini. Dalam ujian keimanan yang berat seperti ini, keimanan sang sahabat kokoh menghujam dan keluarlah kalimat yang abadi itu. "Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda, seandainya bunda memiliki seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu, maka tidak lah anakmu ini akan meninggalkan agama ini (Islam) walau ditebus dengan apa pun."
Akhirnya, hati ibundanya itu luluh. Tak lama berselang, turunlah ayat Alquran terkait kisah Sa'ad ini, surah Luqman ayat ke-15. Artinya, "Dan seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan Aku (Allah), padahal itu tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya."
Di antara cerita kepahlawanan Sa'ad yang lainnya adalah ketika pasukan Muslimin yang sedang dipimpinnya teradang Sungai Tigris. Kala itu, umat Islam akan membebaskan Irak. Padahal, wilayah itu belum banyak dikenal oleh kaum Muslimin umumnya yang berasal dari Jazirah Arab.
Alih-alih mundur, Sa'ad memerintahkan pasukannya untuk terus menyeberangi sungai demi menyukseskan jihad ini. Berkatalah ia kepada pasukan, "Bacalah Hasbunallahu wa ni'mal wakiil."
kemudian dikerahkan kudanya menerjuni sungai yang diikuti orang-orang setelahnya. Maka, berduyun-duyun pasukan Muslim menyeberangi sungai. Ketika ada salah seorang prajurit yang menjatuhkan air minumnya, dilandasi semangat fastabiqul khairat, pasukan Muslimin berebut mencarikan tempat air itu. Demi melihat pemandangan ini dan betapa tinggi semangat perjuangan kaum Muslimin, para musuh gentar dan ketakutan.
Salman al-Farisi yang berada dalam pasukan Sa'ad pun takjub dan berkata Agama islam masih baru, tetapi lautan telah dapat mereka taklukkan, sebagai halnya daratan telah mereka kuasai. Demi Allah nyawa Salman berada di tangan-Nya, pastilah mereka akan dapat keluar dengan selamat dengan ber bondong-bondong sebagaimana mereka memasukinya berbondong-bondong.