REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak dulu, para ahli fikih telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan dan investasi harta wakaf. Tujuannya agar aset wakaf yang begitu besar menjadi tak produktif. Terlebih, saat ini berkembang berbagai transaksi ekonomi, termasuk di dalamnya investasi.
Lalu muncullah ide dan wacana untuk menginvestasikan benda-benda wakaf agar lebih produktif. Harapannya, nilai kemanfaatan yang diperoleh dari aset wakaf yang begitu besar itu bisa lebih besar. Berdasarkan data Badan wakaf Indonesia, tanah wakaf yang dimiliki Indonesia tersebar di 366.595 lokasi dan luasnya 2,68 miliar meter persegi.
Dengan aset yang begitu besar, Presiden Islamic Development Bank (IDB), Ahmed Mohamed Ali, pernah menyatakan, BWI berpotensi menjadi pusat gerakan wakaf di kawasan Asia Tenggara. Selama ini, sebagian umat Islam masih terjebak dengan ketentuan fikih yang kaku dalam pemanfaatan harta wakaf.
Lantas bolehkah mendayagunakan aset wakaf dengan cara menukar atau mengalihfungsikannya?