Jumat 15 Mar 2019 23:53 WIB

Bagaimana Fikih Memandang Bisnis Jastip?

Bisnis jasa titip (jastip) sudah mulai marak di tengah masyarakat, utamanya perkotaan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Hasanul Rizqa
Oni Sahroni, Anggota DSN MUI
Foto: Dokpri
Oni Sahroni, Anggota DSN MUI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang bisnis dapat muncul dari memanfaatkan tren yang ada. Salah satunya adalah kecenderungan orang-orang untuk menitip pembelian suatu barang kepada orang lain. Maka muncul kemudian bisnis yang populer dinamakan jasa titip (jastip).

Bagaimana hukum bisnis jastip menurut fikih muamalah? Ahli fikih muamalah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Ustaz Oni Sahroni memberi penjelasan.

Baca Juga

Dia menerangkan, bisnis jastip ini pada dasarnya diperkenankan atau diperbolehkan dalam Islam. Tentu hal itu pada praktiknya mesti dalam koridor hukum syariah.

"Dengan catatan, jasa yang diperjualbelikan tersebut itu halal dan upah atau fee yang menjadi kewajiban penitip itu diketahui jumlah fee-nya pada saat penitipan," ujar Ustaz Oni Sahroni kepada Republika.co.id, Jumat (15/3).

Ketentuan tentang jual beli sewa atau manfaat (akad ijarah) tersebut sudah dijelaskan dalam Fatwa DSN MUI No.112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah. Selain itu, ada pula keterangan Fatwa DSN MUI No.09/DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

Salah satu dalil fatwa tersebut adalah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, "Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya." Hadits itu diriwayatkan 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement