REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sumber daya manusia (SDM) yang unggul diperlukan untuk mengelola wakaf, zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Profesionalitas tetap menjadi kata kunci dalam mengelola lembaga yang berkutat pada persoalan keumatan. Hal itu disampaikan CEO Kubik Leadership Jamil Azzaini.
Dalam hal ini, lanjut dia, memang masih ada anggapan, profesi pengelola wakaf (naszhir) kurang diminati lulusan sarjana. Maka dari itu, setiap lembaga wakaf perlu membangun daya tarik serta memastikan nazhir mendapatkan upah yang layak. Dengan begitu, para lulusan sarjana akan bangga bila berprofesi sebagai nazhir.
"Maka itu seharusnya menjadi introspeksi buat lembaga wakaf misalnya agar punya attractiveness atau daya tarik supaya orang lulus kuliah mau ke sana," kata Jamil Azzani kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat, (15/3).
Lebih lanjut, kata dia, perlu banyak orang kreatif untuk mengelola wakaf. Sebab, mengelola wakaf bagi para nazhir semestinya menjadi aktivitas utama, bukan sambilan. Karena itu, perlu ada pelatihan nazhir secara terstruktur dengan materi yang telah diprogram.
"Jadi nggak asal-asalan. Perusahaan yang hebat merupakan perusahaan yang mampu mengembangkan SDM-SDM hebat," katanya.
Baginya pengelola wakaf harus unggul. Ia menjelaskan, unggul berati memiliki kemampuan lebih dibandingkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengelola perusahaan profesional.
Nazhir pun harus agile yang berarti berani ambil keputusan, berani membuat terobosan, dan berani ke luar dari program biasanya. "Nazhir harus cepat mengambil keputusan sekaligus bermental kolaborasi pula. Hal itu karena, programnya tidak akan bisa dijalankan sendiri," jelas Jamil.