Senin 04 Mar 2019 19:22 WIB

Betapa Besarnya Dosa Riba

Rasulullah SAW mengungkapkan, ada 70 pintu riba.

Kebahagiaan oleh uang. Ilustrasi
Foto: Independent
Kebahagiaan oleh uang. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berhati-hatilah terhadap riba karena dosa yang disebabkannya begitu besar. Imam adz-Dzahabi dalam kitab Al-Kabaair menempatkan perbuatan memakan harta riba sebagai dosa terbesar ke-12 menurut ajaran Islam.

Urutan kesekian tentunya tidak dalam konteks meringan-ringankannya. Secara jelas, riba dimasukkan sebagai salah satu dosa terbesar. Pelakunya diancam dengan rupa-rupa hukuman, baik di dunia maupun kelak di akhirat.

Baca Juga

Dalam Alquran surah Ali Imran ayat ke-130, Allah SWT berfirman. Artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan."

Pada ayat lain, yakni surah al-Baqarah: 125, Allah memberikan perumpamaan bagi pelaku riba. "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba."

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Riba itu memiliki 70 pintu. Yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menikahi ibunya sendiri. Sedangkan yang paling berat adalah seseorang yang senantiasa merusak kehormatan saudara Muslimnya."

Dalam riwayat Anas disebutkan, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Satu dirham yang didapat oleh seseorang dari hasil riba itu lebih berat daripada berzina sebanyak 36 kali, dalam pandangan Islam.'

Dalam riwayat Abu Sa'id al-Khudri, diungkapkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Ketika diisra'kan, aku (Nabi SAW) bertemu dengan suatu kaum yang perut mereka membusung. Setiap dari mereka perutnya seperti rumah yang sangat besar. Mereka dibuat miring lantaran perut mereka tersebut, serta menumpuk di jalan yang dilalui keluarga Firaun. Sementara keluarga Firaun didatangkan ke neraka pada pagi dan sore hari. Keluarga Firaun datang dengan keadaan seperti unta yang kalah, tidak mendengar, dan tidak berpikir.

Apabila para pemilik perut yang besar tadi merasakan kedatangan Firaun, mereka pun mencoba berdiri. Namun, perut mereka membuat mereka miring sehingga tidak bisa menyingkir dan mereka pun terinjak-injak oleh keluarga Firaun saat mereka datang dan kembali.

Yang demikian itu adalah azab mereka di alam barzakh, antara alam dunia dan akhirat. Lantas, aku bertanya kepada Jibril. 'Wahai Jibril, siapa mereka itu?'

Jibril menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang memakan riba. Mereka tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.'"

Yusuf Al Qaradhawi dalam bukunya, Haruskah Hidup dengan Riba? (terjemahan Gema Insani Press, 1991) menerangkan, sistem riba adalah buruk bahkan dari segi ekonomi murni. Sampai-sampai, banyak pakar ekonomi dari Barat mengungkapkan banyak cacat dari sistem ribawi.

Mengenai definisi riba, Inggang Perwangsa Nuralam (2018) menjelaskannya. Dalam yurispundensi Islam klasik, definisi riba adalah "nilai surplus tanpa mitra." Batasan-batasannya meliputi: pertama, kenaikan uang pinjaman atau pinjaman yang tidak benar, dibayar dalam bentuk barang atau uang di atas jumlah pinjaman, sebagai syarat yang dipaksakan oleh pemberi pinjaman atau sukarela oleh peminjam. Itulah riba utang (riba al-duyun). Sementara itu, batasan kedua, tidak setaranya dalam penukaran. Inilah riba al-fadl.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement