REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT telah menentukan bulan-bulan istimewa dalam satu tahun. Dalam sistem kalender Hijriah, ada lima bulan yang tergolong istimewa, yakni Ramadhan, Dzulkaidah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab. Hal itu disampaikan Ustaz Adi Hidayat, yang mengisi kajian rutin bakda Subuh di Masjid An-Nur, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (9/3).
“Selain bulan Ramadhan, terdapat keistimewaan khusus dalam bulan-bulan yang empat. Tiga bulan terletak berurutan Dzulkaidah, Dzulhijah, Muharam, ditambah bulan Rajab. Ketika ada yang menyebutkan Ramadhan bulan istimewa, ditambah dengan empat bulan istimewa, maka jumlahnya lima,” papar Ustaz Adi Hidayat, hari ini.
Khususnya bulan Ramadhan, yang akan tiba dalam waktu tidak lama lagi. Bulan tersebut memiliki keutamaan karena terdapat satu malam yang bernilai seribu bulan di dalamnya. Itulah malam Lailatul Qadr.
Ustaz Adi Hidayat menambahkan, ketika seorang muslim beribadah pada malam Lailatul Qadr itu, maka pahala ibadahnya akan dilipatgandakan seperti beribadah selama seribu bulan. Semua atas izin dan kehendak Allah SWT.
Pelipatgandaan pahala juga berlaku pada bulan-bulan istimewa lainnya. Alumnus Kuliyya Dakwah Islamiyyah (Libya) itu menjelaskan, berbagai amalan kebaikan memiliki nilai lebih bila dilaksanakan dalam bulan-bulan tersebut dibandingkan dengan ketika bulan-bulan lain.
“Salah satu pendapat datang dari Imam Al Qurthubi. Ketika Allah menekankan keistimewaan pada bulan-bulan tersebut, amal kebaikan yang dikerjakan melahirkan pahala yang berlipat ganda dari bulan-bulan sebelumnya,” kata dai yang lahir di Pandeglang (Banten) 34 tahun silam itu.
Di sisi lain, menurut Ustaz Adi Hidayat, ada keseimbangan. Ketika pada bulan-bulan istimewa amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya, maka begitu pula dengan amalan-amalan yang buruk. Setiap kesalahan yang dilakukan pada bulan itu, maka akan dilipatgandakan pula dosanya. Maka dari itu, setiap muslim diminta terus berhati-hati (wara').
Kehati-hatian itu merujuk pada larangan Allah untuk bertindak zalim. Sang Pencipta telah memberikan penekanan khusus untuk tidak berbuat zalim pada bulan-bulan istimewa. Tentu saja, pada dasarnya setiap perbuatan zalim dilarang pada bulan apa pun, serta rentang waktu mana pun, baik detik, menit, jam, maupun hari.
Kezaliman secara ringkas dapat diartikan sebagai maksiat, yakni tindakan yang menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Ustaz Adi Hidayat lantas memerinci penjelasannya.
Zalim adalah istilah untuk sebuah tindakan salah. Ketika tindakan salah itu mengakibatkan dosa, maka zalim tergolong sebagai maksiat.
Peraih gelar master dari UIN Sunan Gunung Djati (Bandung) itu menuturkan, pahala tidak semata-mata diperoleh dari kebaikan yang telah dikerjakan. Pahala juga didapatkan seorang Muslim dari ikhtiarnya dalam meninggalkan perbuatan dosa.
Ustaz Adi Hidayat menyontohkan, ketika seseorang menolak ajakan bergunjing (ghibah), maka penolakan itu sudah tercatat sebagai pahala.
Pantauan Republika.co.id, kajian yang berlangsung di Masjid An-Nur berlangsung lancar. Seisi masjid itu dipenuhi hadirin yang datang dari berbagai kalangan, baik remaja, dewasa, maupun orang tua; demikian pula kaum Muslim dan Muslimah. Mereka menyimak pemaparan Ustaz Adi Hidayat dengan penuh perhatian.
Suasana jamaah yang berada di serambi masjid An Nur, jalan Bendi Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Jamaah di luar masjid menyaksikan ceramah Ustaz Adi Hidayat melalui layar proyektor, Sabtu (9/3).
Dalam setiap penjelasan, Ustaz Adi Hidayat kerap menyebutkan berbagai referensi dan dalil-dalil secara terperinci. Kemampuan hafalannya sangat baik. Dia tidak jarang mengingatkan jamaah tentang nama-nama surah, ayat, dan bahkan letak ayat tersebut di dalam mushaf Alquran yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas. Demikian pula dengan sumber-sumber dari hadits.