REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terus berupaya menghadirkan payung hukum yang sesuai bagi sektor pariwisata halal di Tanah Air. Hal itu disampaikan Ketua Pelaksana Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kemenpar, Wisnu Rahtomo.
Menurut dia, peraturan menteri (Permen) baru yang mengatur pariwisata halal akan diterbitkan lagi. Saat ini, Kemenpar sedang menyusun Permen tersebut dan diperkirakan akan rampung pada tahun ini.
Keberadaan beleid itu perlu supaya akselerasi pengembangan pariwisata halal terjadi. Wisnu menjelaskan, masih banyak hal yang harus dilakukan dalam menyusun permen pariwisata halal.
Kemenpar masih perlu memanggil beberapa narasumber untuk memberi berbagai masukan, terutama dari kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Agar jangan sampai keliru. Sehingga jangan sampai sudah dibuat tetapi kemudian ternyata dicabut lagi," kata Wisnu Rahtomo kepada Republika.co.id, Jumat (8/3).
Permen itu dinilai akan memberikan kekuatan kepada kalangan industri dan dinas pariwisata di daerah-daerah dalam mengembangkan pariwisata halal.
Sebelumnya, Kemenpar pernah menerbitkan berbagai kebijakan terkait sektor pariwisata halal. Misalnya, ungkap Wisnu, terkait pemberian kriteria untuk hotel-hotel yang ingin menghadirkan pelayanan ramah Muslim.
Kemenpar sempat menerbitkan Permen 2/2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah. Permen ini untuk memberi pedoman dan standarisasi dalam penyelenggaraan hotel syariah.
Kriteria hotel berbasis syariah di dalam Permen tersebut terbagi dua, yakni hilal 1 dan hilal 2. Namun, pada 2016 Permen itu dicabut melalui Permen 11/2016. Dampaknya, banyak pemerintah daerah yang enggan mengimplementasikan pengembangan pariwisata halal karena tidak ada payung hukum dari pemerintah pusat.
Selain Permen 2/2014 tentang hotel syariah, Menpar Arief Yahya juga telah mengeluarkan Permen 1/2016 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata. Di dalamnya juga mengatur sertifikasi usaha pariwisata halal. Namun, kemudian pasal terkait sertifikasi usaha pariwisata halal dalam Permen tersebut dicabut.
Bila permen tentang pariwisata halal itu rampung tahun ini, harapannya beleid itu dapat memudahkan seluruh pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi pariwisata halal. Misalnya, pemda-pemda akan dapat leluasa menganggarkan pengembangan pariwisata halal dalam APBD-nya.
"Tiap perkembangan, tiap pertumbuhan, itu perlu perputaran daripada dukungan finansial dan politik. Nah ini semuanya akan bergerak di daerah apabila ada payung hukum. APBD bisa menganggarkan apabila ada payung hukum," jelasnya.
Selain itu, hal lain yang perlu segera diselesaikan demi mempercepat pengembangan pariwisata halal yakni terkait Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Menurut Wisnu, Undang-undang 33/2014 tentang JPH belum bisa diimplementasikan secara sempurna karena Peraturan Pemerintahnya belum ditandatangani oleh Presiden.
"(Dalam kondisi ini), apa lagi yang bisa mendukung ekosistem pariwisata halal agar bisa terpenuhi jika hal-hal itu belum lengkap. Ini tantangan di mana ekosistem itu belum memenuhi kriteria yang dibutuhkan global standard," katanya.
Wisnu mengingatkan, wisatawan Muslim di dunia itu terus mengalami peningkatan. Ada sekitar 180 juta wisatawan Muslim di dunia pada 2017 yang bergerak melakukan perjalanan wisata. Mereka ini memerlukan kenyamanan berlandaskan syariah, baik saat menikmati kuliner maupun hendak beribadah