Kamis 28 Feb 2019 17:57 WIB

Kisah Kakek Anies Baswedan, Lolos dari 'Kepungan' Belanda

AR Baswedan melewati pemeriksaan aparat Belanda untuk sampaikan surat ke Bung Karno.

(ilustrasi) AR Baswedan
(ilustrasi) AR Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mesir menjadi negara pertama yang mengakui eksistensi de jure Republik Indonesia. Berawal dari kedatangan konsul jenderal Mesir di Bombay (India), Muhammad Abdul Mun’im, ke Yogyakarta (ibu kota RI kala itu) pada 13–16 Maret 1947.

Dia menyampaikan hasil sidang Dewan Liga Arab pada 18 November 1946, yang intinya menganjurkan negara-negara anggota agar mengakui secara de jure Republik Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat.

Singkat cerita, RI membalas kunjungan Abdul Mun'im dengan mengirimkan tim yang dipimpin Haji Agus Salim. Termasuk dalam rombongan itu adalah Abdurrahman (AR) Baswedan.

Akhirnya, para delegasi Indonesia diterima Raja Mesir, Farouk. AR Baswedan terkesan dengan keramahan pemimpin Mesir itu. "Persaudaraan Islam-lah, terutama, (sehingga) kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu,” kata sang raja. Memang, ada kesan bahwa ada peran Ikhwanul Muslimin di balik solidaritas bangsa-bangsa Arab terhadap RI.

Rangkaian acara itu disudahi dengan penandatanganan naskah perjanjian. Mesir diwakili PM Nokrashi Pasha, sedangkan Haji Agus Salim membubuhkan paraf sebagai menlu muda RI.

“Tidak dapat dibayangkan perasaan saya ketika menyaksikan upacara itu, tak terlukiskan dalam kalimat karena tidak akan pernah dapat sebanding dengan rasa yang menggelora. Lega dan syukur kepada Allah, karena Republik Indonesia pada akhirnya mendapat pengakuan de jure dalam dunia internasional,” tulis AR Baswedan mengenang peristiwa historis yang dialaminya itu dalam buku Seratus Tahun Agus Salim.

Dengan begitu, posisi tawar RI di ranah internasional meningkat pesat. Sementara itu, Belanda mulai menunjukkan tanda-tanda agresif terhadap Indonesia. Bahkan, utusan Belanda di Mesir sempat menghalang-halangi Haji Agus Salim dkk supaya tidak bertemu Raja Farouk.

Maka begitu naskah perjanjian sudah di tangan, Haji Agus Salim merasa perlu untuk segera memulangkan tim yang dipimpinnya ke Yogyakarta.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement