REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam kitabnya, al-Da'a wa al-Dawa'a, mengutip sebuah hadits mursal yang diriwayatkan Ibn Abi al-Dunya. Terjemahannya berbunyi, “Bumi pernah berguncang pada masa Rasulullah SAW. Beliau SAW meletakkan tangannya di atas bumi dan bersabda, ‘Tenanglah! Belum tiba saatnya bagimu.’
Beliau SAW Kemudian menoleh kepada para sahabat seraya memberi tahu, ‘Tuhan ingin agar kalian melakukan sesuatu yang membuat-Nya ridha. Karena itu, buatlah agar Dia ridha kepada kalian!’”
Seperti dijelaskan al-Biruni, tahun kelima sejak hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah disebut sebagai “Tahun Gempa.” Sebagai informasi, penanggalan tradisional Arab tidak menyebut tahun dengan angka atau urutan, semisal kesatu, kedua, dan seterusnya.
Bangsa Arab menamakan suatu tahun sembari merujuk pada peristiwa historis yang terjadi di dalamnya. Misal, tahun kelahiran Nabi SAW disebut sebagai “Tahun Gajah” karena pada saat itu Ka’bah menjadi target serangan pasukan gajah dari Yaman.
Kembali ke soal gempa bumi. Bencana ini kembali mengguncang Madinah pada zaman kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab. Menurut riwayat yang sama, sahabat yang bergelar al-Faruq itu menyeru kepada penduduk setempat.
“Wahai manusia, gempa ini tidak terjadi kecuali karena perbuatan kalian! Demi Zat Yang menggenggam jiwaku, jikalau ini terjadi lagi, aku tidak akan tinggal di sini bersama kalian,” kata dia. Tampak bahwa Umar saat itu spontan mengenang kejadian serupa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW di Madinah.