Selasa 26 Feb 2019 18:12 WIB

Hadapi Pemilu, Thailand Data Siswa Muslim Kamboja

Ratusan pelajar Muslim Kamboja terdaftar di lembaga-lembaga Islam Thailand.

Rep: Umi Nur Fadhilah / Red: Nashih Nashrullah
Gadis pelajar Muslim melihat dari bus kota di propinsi Narathiwat, Thailand Selatan.
Foto: AP
Gadis pelajar Muslim melihat dari bus kota di propinsi Narathiwat, Thailand Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK — Pemerintah Thailand memerintahkan pendataan siswa Muslim Kamboja yang terdaftar di lembaga-lembaga keagamaan di negara itu. 

Pihak berwenang juga menjadwalkan pertemuan dengan perwakilan lebih dari 600 sekolah Islam swasta di Thailand.

Baca Juga

Seperti dilansir di Yenisafak.com pada Selasa (26/2), kebijakan itu dilakukan jelang pemilihan umum di Thailand pada 24 Maret, yang pertama sejak kudeta militer pada 2014. 

Menurut harian Bangkok Post, ratusan pelajar Muslim Kamboja terdaftar di lembaga-lembaga Islam di Provinsi Yala, Pattani, Narathiwat, dan Songkhla di kawasan selatan yang bermasalah dengan keamanan.

“Kami tidak mengatakan Kamboja (Muslim) akan menyebabkan masalah di negara kami, tetapi jika mereka tinggal lebih lama, polisi imigrasi harus menangkap mereka dan mengikuti hukum,” kata laporan yang mengutip pejabat kepolisian regional Surachate Hakparn.

Pihak berwenang Thailand menuduh lembaga-lembaga keagamaan Islam merekrut generasi muda menjadi bagian kelompok pemberontak yang aktif di kawasan selatan. 

Thailand secara teratur mendeportasi Muslim Kamboja, bahkan warga negara yang datang dengan visa valid. 

Pekan lalu, polisi Thailand mendeportasi 34 Muslim yang diduga ingin bekerja di wilayah bermasalah negara itu. 

Militer Thailand menuduh lembaga keagamaan Islam beroperasi sebagai kamp pelatihan untuk Barisan Revolusi Nasional (BRN), kelompok payung pemberontak Muslim yang menyebut diri mereka Melayu. 

Kelompok tersebut dituding berupaya mencari otonomi lebih besar atau kebebasan dari negara yang mayoritas pendudukna beragama Buddha. Thailand telah diperintah oleh rezim militer di sebagian besar wilayahnya sejak 1932.

Berbagai upaya pemerintah mengadakan pembicaraan dengan kelompok pemberontak itu, tak kunjung membuahkan hasil.

Seorang tokoh Muslim terkemuka yang juga pemimpin Partai Prachachat, Wan Muhammad Nor Matha menjanjikan otonomi di provinsi selatan.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement