REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tugas dan kewajiban yang diemban seorang istri sekaligus ibu rumah tangga memang sangat berat. Seorang perempuan bersuami yang memutuskan mengabdi untuk keluarga dan fokus mengurus urusan rumah tangga sering dihinggapi keraguan-raguan akan keutamaan peran yang dipikul.
Apalagi, dengan desakan karier di luar. Lantas, apakah seorang istri yang fokus mengelola rumah tangga akan mendapatkan pahala?
Tentu, kata Abu Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Umar al-Habasyi al-Wishabi dalam bukunya yang berjudul Al-Harakah fi Fadhli as-Sa'yi wa al-Harakah. Menurut ulama salaf yang hidup di abad ke-7 Hijriah itu, selain pahala yang pasti diterima dari upaya membesarkan dan mendidik buah hati, istri yang mengurus segala kebutuhan keluarga sehari-hari akan senantiasa mendapatkan perhatian istimewa dari Allah SWT. Bahkan, pantas mendapat balasan berupa surga.
Ketahuilah, kata al-Wishabi, para istri Rasulullah SAW dan sahabatnya berusaha sekuat tenaga untuk mengelola kebutuhan rumah tangga, melayani suami, dan mengurus anak-anak. Sebuah riwayat sahih menyebutkan, suatu saat Jibril mendapati Khadijah RA tengah menyiapkan wadah berisikan lauk, minuman, dan makanan.
Usai mengucapkan salam kepada istri pertama Rasul tersebut, Jibril memberikan kabar gembira atas ganjaran surga yang akan diperoleh Khadijah. Ganjaran itu atas kesungguhan dan komitmennya fokus mengurus rumah tangga.
Gambaran tentang semangat para istri Rasul untuk mengurus rumah tangga, juga terlihat dari aktivitas Aisyah RA yang tak ketinggalan mengurus hewan ternak. Begitu pula Hafshah, putri Umar bin Khatab ini adalah juru masak yang andal. Zainab binti Jahsy juga sosok istri yang terkenal rajin.
Bahkan, peran para istri Rasul tak hanya terbatas pada lingkup kebutuhan rumah sehari-hari. Kala berjihad, sejumlah istri Rasul setia menemani dan berada di garis belakang untuk menyiapkan logistik, mengobati sahabat yang terluka, dan menyediakan konsumsi.
Suatu ketika, Ibnu Abbas pernah diutus oleh para sahabat perempuan (shahabiyah) guna bertanya kepada Rasul perihal apakah mereka juga bisa mendapat pahala sebagaimana para lelaki yang berangkat berjihad. Rasul menjawab, tugas yang dikerjakan oleh istri berupa mengurus rumah, membesarkan anak, dan lain sebagainya, sederajat pahalanya dengan jihad di jalan Allah.
Ats-Tsa'alabi pernah meriwayatkan hadis dari Aisyah, Rasul menyatakan bahwa tidak ada yang pantas bagi seorang istri yang membenahi kondisi rumah kecuali Allah akan mencatat aktivitas itu sebagai kebajikan dan bakal menghapus dosanya lalu meninggikan derajatnya.
Istri yang mengandung lalu melahirkan anak akan memperoleh pahala sebesar ganjaran orang yang berpuasa dan berjihad di jalan Allah. Jika tengah menyusui anaknya, maka malaikat dari langit akan memanggilnya dan akan dicukupkan pahala amal yang lampau dan akan datang. Aisyah berseloroh, ”Allah memberikan segudang kebajikan bagi perempuan, mana bagian kalian wahai laki-laki?” Tak pelak, celetukan Aisyah itu pun membuat Rasul tertawa.
Al-Wishabi menambahkan, acapkali memang diakui kejenuhan akan datang menghampiri. Maka, di antara rutinitas selingan yang bisa dilakukan adalah aktivitas menjahit. Karena, menurut al-Wishabi, sebaik-baik pekerjaan bagi perempuan selama di rumah, di samping tugas utama yang lain, ialah menjahit.
Ia menyebutkan, menjahit baju, adalah tradisi para istri nabi dan rasul terdahulu. Sebut saja Hawa. Kulit kambing yang disembelih oleh Nabi Adam AS dipintal sedemikan rupa lalu dijahit guna difungsikan sebagai baju dan kerudung.
“Sebaik-baik hiburan seorang istri adalah memintal,” demikian sabda Rasul seperti dinukilkan oleh Ibnu Abas. Salah satu alasannya, seperti diungkapkan Rasul di riwayat Anas bin Malik, menenun atau menjahit baju dinilai bisa menjadi salah satu media yang mempercantik performa seorang perempuan dan membuatnya lebih bersahaja.