Rabu 20 Feb 2019 08:00 WIB

Menyikapi Penyebaran Wabah

Menjaga kebersihan merupakan kunci menangani Wabah

Simulasi Penanggulangan Penyakit/Ilustrasi
Foto: Antara
Simulasi Penanggulangan Penyakit/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk menanggulangi dan mencegah penyebaran wabah. Islam pun menaruh perhatian besar terkait fenomena epidemi atau pandemi.

Karena itu, Rasulullah menggariskan sejumlah kaidah penting menyikapi kemunculan wabah di tengahtengah umat Islam. Implementasi kaidah itu, antara lain, ada yang berfungsi sebagai upaya pencegahan dan terdapat pula yang di posisikan sebagai langkah pe nanggulangan.

Di level pertama, yaitu pencegahan, Islam menekankan pen tingnya menjaga kebersihan ba dan, pakaian, makanan seharihari, dan lingkungan. Allah SWT berfirman dalam surah al-Mud datsir ayat ke-4 : “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” Di bagian lain nya,

Rasulullah menegaskan, ke bersihan merupakan senjata ampuh membentengi dari serangan penyakit. Karena itu, Nabi SAW mengaitkan hubungan kuat anta ra iman dan kebersihan. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Malik al-Harits bin ‘Ashim al- Asy’ari menguatkan hal itu. Bah wasanya Rasulullah bersabda, “Kebersihan sebagian dari iman.” (HR Muslim).

Pada jenjang yang kedua, yaitu penanggulangan agar virus wabah tak menyebar luas, Rasulullah menyerukan isolasi dan sterilisasi lokasi yang terjangkit wabah. Tin dakan ini dimaksudkan supaya ruang gerak virus tersebut terbatas pada wilayah tertentu.

Pen tingnya isolasi tersebut telah di serukan oleh Rasulullah 14 abad silam. Ini sebuah indikasi kuat, Islam peduli terhadap fenomena wabah. Islam melarang seseorang mendatangi daerah yang positif terkena wabah, sebagaimana di ung kapkan oleh Rasulullah. Diri wayatkan dari Abdurrahman bin Auf RA, Rasulullah bersabda, “Bila kalian mendengar wabah tengah mendera suatu daerah, maka janganlah kalian memasukinya, dan jika menyerang wilayah kalian, maka janganlah engkau melari kan diri.” (HR Bukhari).

Pengisolasian ini pun diterapkan dengan baik oleh sahabat. Adalah Umar bin Khattab, lantas menulis surat ke Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Isinya tentang permin taan pengisolasian lokasi wabah di Suriah. Umar memerintahkan agar tak satu pun meninggalkan lokasi itu. Hal ini sebagai langkah antisipasi dan menekan kemungkinan penyebarluasan wabah.

Melarikan diri dari lokasi wabah oleh mereka yang sejak awal ber ada di tempat itu, oleh Islam disa makan dengan tindakan kabur dari medan perang. Hal ini seperti tertuang di riwayat Jabir bin ‘Abd al-Anshari. Hadis yang dinukil oleh imam Ahmad itu menegas kan bahwa siapa pun yang lari dari wabah seperti pengecut yang lari dari medan perang.

Diangkat derajatnya

Wabah yang mengepung suatu daerah merupakan bentuk ujian yang datang dari Allah. Bagi Muk min yang terkena penyakit menular tertentu, selama ia ber sabar maka Allah menjanjikan pahala yang besar baginya, yaitu ganjaran yang sama kualitasnya dengan balasan setimpal untuk seorang syahid. Sebaliknya, se buah epidemi tertentu yang me nimpa golongan kafir bisa berarti sebuah siksaan yang ditampakkan di dunia.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, ia pernah bertanya kepada Rasulullah tentang wabah kolera. Rasulullah SAW menjawab, tiap wabah itu dapat bermakna sik saan bagi yang Ia kehendaki. Te tapi, wabah bagi orang beriman adalah bentuk rahmat. Selama ada kesabaran yang kuat dari mereka yang terjangkit, maka ia berhak mendapatkan pahala se ba gaimana balasan bagi para syahid. (HR Bukhari).

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement