REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai mahkluk-Nya yang dianugerahi akal, manusia cenderung mencari hakikat dirinya di atas muka bumi. Dalam Alquran surah ar-Rum ayat ke-30, Allah SWT sudah mengisyaratkan tentang fitrah kemanusiaan.
Prof Yunahar Ilyas dalam karyanya, Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an (2007, Labda Press) mengikuti pendapat Ibnu Katsir dalam kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir II. Dalam membahas ayat Alquran tersebut, Ibnu Katsir menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah bertuhan.
Fitrah itu, lanjut Yunahar, hanyalah potensi dasar yang harus terus dipelihara dan dikembangkan, sejak seorang manusia keluar dari rahim ibunya. Maka dari itu, peran orang tua menjadi begitu penting.
Dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Setiap manusia dilahirkan ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Dalam pandangan Islam, orang tua mesti menumbuhkembangkan anak mereka agar tetap memegang teguh Tauhid. Lebih dari itu, mereka juga semestinya terus berupaya menjadikan anak-anaknya Muslim yang baik, yang dapat menjadi kebanggaan Rasulullah SAW, di dunia dan akhirat kelak.
Begitu lahir di dunia, anak-anak adalah tabula rasa. Itu adalah ungkapan dari bahasa Latin yang berarti 'kertas kosong.' Maknanya, anak-anak menyimpan potensi untuk menjadi pribadi yang baik dan terus bertauhid di masa depan.
Ada satu kisah yang terkandung dalam hadits riwayat Ibn Jarir, tentang betapa tingginya perhatian Rasulullah SAW terkait hal itu. Seperti dituturkan Al-Aswad ibn Sari’ dari Bani Sa’ad, yang mengikuti empat peperangan bersama Nabi SAW.
Dalam suatu peperangan, segelintir bagian dari pasukan Islam kedapatan membunuh anak-anak. Tindakan itu mereka lakukan setelah membunuh pasukan musuh.
Tatkala berita itu sampai kepada Rasulullah SAW, beliau SAW sangat marah.
“Kenapa mereka membunuh anak-anak?” tanya Nabi SAW dengan nada keras.
Salah seorang dari mereka menjawab, “Ya Rasulullah, bukankah mereka itu anak-anak kaum musyrikin?”
"Yang terbaik di antara kalian pun juga anak-anak kaum musyrikin. Ketahuilah bahwa tidaklah seorang pun dilahirkan kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dia akan tetap dalam fitrahnya itu sampai lisannya sendiri mengubahnya. Maka kedua orang tuanya-lah yang meyahudikan dan menasranikannya," jelas Rasulullah SAW, sama sekali tidak membenarkan perbuatan mereka itu.