Kamis 14 Feb 2019 13:22 WIB

Pentingnya Peran Komunitas dan Tokoh Agama Atasi Intoteransi

Komunitas dan tokoh agama dapat menjadi sumber referensi bagi masyarakat.

(Ki-Ka) Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Allaster Cox, Kepala Bagian Diplomasi Publik Kedutaan Besar Australia Lydia Trotter, Ketua Umum Gereja Kristen Indonesia Klasis II Woro Tobing, Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh, Pendiri Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, dan Kepala Bagian Ekonomi, Infrastruktur dan Investasi Alison Duchan sedang berfoto usai berdiskusi mengenai peran perempuan dalam kepemimpinan dan keagamaan di Kedubes Australia, Jakarta, Rabu (13/2).
Foto: Dea Alvi Soraya
(Ki-Ka) Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Allaster Cox, Kepala Bagian Diplomasi Publik Kedutaan Besar Australia Lydia Trotter, Ketua Umum Gereja Kristen Indonesia Klasis II Woro Tobing, Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh, Pendiri Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, dan Kepala Bagian Ekonomi, Infrastruktur dan Investasi Alison Duchan sedang berfoto usai berdiskusi mengenai peran perempuan dalam kepemimpinan dan keagamaan di Kedubes Australia, Jakarta, Rabu (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dikategorikan sebagai negara multikultural. Namun, pandangan mengenai kebebasan agama dan sikap intoleran masih menjadi permasalahan yang tak kunjung terselesaikan di Indonesia. 

Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh memandang, sejatinya komunitas dan para tokoh agama memiliki peran penting untuk mengubah persepsi mengenai keberagaman. Komunitas dan tokoh agama, kata dia, dapat menjadi sumber referensi bagi masyarakat dalam menyikapi berbagai macam persoalan yang terjadi di masyarakat. 

Selain itu, peranan para tokoh agama juga dia anggap telah teruji keefektifannya, bahkan sejak masa orde baru. Dimana pemahaman mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah maupun hal lainnya dapat tersalurkan dengan baik. 

“Kebetulan saya saat ini di Komnas perempuan memang secara khusus pegang isu-isu terkait kebebasan beragama dan keyakinan, dan hak hak kelompok minoritas di Indonesia,” kata Riri saat menjadi narasumber di diskusi Women, Faith and Leadership di Kedutaan Besar Australia, Rabu (13/2). 

“Dan bekerja sama dengan mereka (komunitas dan tokoh agama) menjadi upaya yang sangat strategis untuk menghadapi dan meluruskan penafsiran-penafsiran keagamaan baik inter maupun intra yang selama ini melenceng,” sambung Ketua Lembaga Konsultasi Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LKP3A) Fatayat NU itu. 

Kedutaan Besar Australia kembali menggelar Big Ideas, yaitu diskusi yang diadakan rutin setiap bulannya. Diskusi kali ini, mengangkat tema Women, Faith and Leadership. Acara yang digelar di Gedung Kedutaan Besar Australia, Jakarta ini, menghadirkan Komisioner Komnas Perempuan, Riri Khariroh, Ayu Kartika Dewi dari Gerakan Sabang Merauke, dan Ketua Umum Gereja Kristen Indonesia Klasis II, Pendeta Woro Tobing sebagai narasumber. 

“Bisa dilihat bahwa sebagian besar yang hadir adalah perempuan, mempertimbangkan pentingnya topik diskusi ini kami berharap seminar ini akan menjadi wadah yang sesuai untuk dapat berbagi pengalaman secara terbuka,” kata Kepala Bagian Ekonomi, Infrastruktur, dan Investasi Kedutaan Besar Australia, Alison Duncan di depan peserta seminar, Rabu (13/2). 

Alison mengatakan, peranan wanita dalam komunitas beragama di Indonesia maupun Australia, terkadang masih menjadi perdebatan. 

Dialog antarumat beragama yang digelar Kedubes Australia ini, kata dia, adalah tindak lanjut dari isu pentingnya dialog antaragama yang didiskusikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Menteri Australia Scott Morrison pada pertemuan Agustus 2018 lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement