REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kedatangan Islam di bumi Arab 14 abad lalu tidak saja telah mengakhiri masa ja hiliah, tapi juga mendorong tumbuhnya emansipasi perempuan. Pada masa itu, perempuan mendapat hak yang sama dalam hal pemikiran serta peranan. Bahkan, dengan gagah, tak sedikit dari mereka terjun ke medan perang.
Kiprah mereka menjadi sumbangan penting bagi kemenangan Islam, yang pada akhirnya mendorong masyarakat berduyunduyun masuk Islam. Kontribusi itu bahkan juga datang dari perempuan- perempuan terdekat Rasulullah SAW.
Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah sekaligus orang pertama yang masuk Islam, adalah salah satunya. Ia merupakan seorang janda dan saudagar yang kaya saat Rasulullah menikahinya. Selama mendampingi sang Rasul, Khadijah mengorbankan seluruh harta bendanya untuk berjihad dan membiayai perjuangan sua minya dalam menyiarkan Islam.
Rasulullah begitu mencintai Khadijah sehingga beliau begitu kehilangan saat sang istrinya itu wafat, tiga tahun sebelum peristiwa hijrah ke Madinah. Perempuan yang dinikahi Rasulullah setelah Khadijah wafat, Aisyah binti Abi Bakr, dikisahkan kerap me naruh perasaan cemburu ka rena Rasulullah kerap membica rakan Khadijah dengan berbagai kebaikan dan pujian.
Saat Aisyah memberanikan di ri untuk menanyakan perihal itu, Rasulullah menjawab, “Aku be lum menemukan seorang istri yang le bih baik darinya (Khadijah). Ia ber iman padaku ketika semua orang, bahkan anggota ke luarga dan sukuku sendiri tidak percaya, dan menerima bahwa aku benarbenar seorang nabi dan rasul Allah. Ia masuk Islam, merelakan semua kekayaan dan hal-hal dunia winya untuk membantuku menyebarkan kepercayaan ini, termasuk saat seluruh dunia berbalik melawan dan menganiayaku. Selain itu, melaluinya Allah memberkatiku dengan anak-anak.”
Pun demikian Aisyah, perempuan yang dinikahi Rasulullah saat berusia sembilan tahun. Ia dikenal sebagai sosok perempuan cerdas yang banyak menyumbangkan pemikiran bagi kemajuan ilmu pengetahuan Islam. Ia me la lui hari-harinya dengan siraman il mu dari Rasulullah, sehingga Ai syah tumbuh menjadi tokoh Muslimah yang memiliki wawasan ke ilmuan sangat luas. Ia, misalnya, dikenal sebagai tokoh wanita yang mum puni dalam per so alan fa raid (ilmu waris) serta hu kum ha lal dan ha ram. Ia juga me ru pakan salah satu perawi ha dis tepercaya.
Urwah bin Zubair (putra As ma, saudara perempuan Aisyah) berkata, “Saya tidak menemukan orang yang lebih pandai dalam masalah peradilan dan pembicaraan tentang jahiliah, serta tidak ada pula yang lebih sering meriwayatkan syair, lebih pandai dalam masalah faraid dan pengobatan (kedokteran) selain Aisyah.”
Karena kecerdasan Aisyah itu, Rasulullah menjadikannya juru berita dalam banyak hal mengenai persoalan agama. Hal itu karena keterangan yang diberikannya selalu dapat diterima dan me mu askan banyak orang.