REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat orang Spanyol dan Portugis berlomba dalam bidang pelayaran dan berhasil menemukan Amerika dan mendirikan pusat perdagangan di Samudra Hindia, mereka turut membawa elemen kuliner Islam.
Pada 1453, Sultan Mehmed II merebut Konstantinopel dari Byzantium. Selama abad itu, kekuasaan Islam terbentang dari Afrika Utara, Suriah, Mesopotamia, Yunani, hingga Balkan.
Istana Topkapi di Konstan tinopel sendiri memiliki 1.500 staf dan ahli untuk menangani pembuatan roti, kudapan, dan makanan fermentasi. Makanan berbahan dasar nasi seperti nasi pilau dari Mongol masih bertahan. Begitu pun kudapan manis yang berkembang dan melahirkan kreasi baru, seperti baklava dan kunafa.
Baca: Tradisi Kuliner Peradaban Islam, Seperti Apa?
Pada abad ke-16, kedai kopi menjamur dan jadi tempat orangorang berkumpul untuk bermain catur atau ngobrol politik. Kopi jadi minuman penghubung di antara penutur bahasa Arab yang berdiam di wilayah Utsmaniyah, seperti orang Mesir, Suriah, Irak, Libya, dan Aljazair.
Di Spanyol Barat, buku memasak seperti Libre del Coch yang ditulis Ruperto de Nola pada abad ke-15, memuat resep dan bahan-bahan yang berasal dari dunia Islam, seperti mi, jeruk pahit, ikan goreng, saus, dan aneka makanan berbahan almond.
Buku Seni Memasak, Membuat Kue, Biskuit, dan Pengawetan Makanan yang ditulis pada 1611 oleh seorang kepala dapur beberapa raja Spanyol, Francisco Martínez Montino, memuat beberapa resep bola daging, capirotada, dan couscous. Kudapan manis dari dunia Islam mulai dikenal Eropa pada abad ke-12.
Pada abad ke-16, buku seperti De Secreti yang ditulis Alexis aPiedmont dan Traite des Fardemens et Confitures yang ditu lis ahli kesehatan Prancis, Nostradamus, memuat kata-kata, seperti sherbet, permen (candy), dan sirup yang berakar dari kata-kata bahasa Arab.
Baca Juga: Kuliner Peradaban Islam Menjangkau Hingga Eurasia
Selanjutnya, pembuatan pasta buah berhasil dikuasai dengan baik oleh bangsa Portugis. Di Amerika, buku kuliner Marinez Montino dari Spanyol jadi rujukan. Resep couscous dari buku itu bertahan di Meksiko hingga abad 19 M. Mesin cetak mi pipih juga dibawa ke Meksiko.
Nasi pilau dan mi yang dimasak bergaya pilau sehingga tak berkuah juga dikenal di sana. Rebusan daging berbumbu masih bertahan. Pasta buah dan sherbet juga bertahan, hanya perasanya berasal dari buah lokal seperti jambu biji.
Pengaruh kuliner dunia Islam juga menyebar ke Asia Tenggara dan Asia Selatan. Saat minionaris Jesuit memasuki Jepang, mereka menggunakan kudapan manis dari Eropa Selatan yang sudah mendapat pengaruh Islam, untuk menarik minat warga Jepang pada keyakinan mereka.
Dalam manuskrip Jepang yang dikompilasi pada awal abad ke-17 berjudul Buku Memasak Bangsa Barbar, ada sebuah resep makanan berbahan dasar ikan yang kemudian berevolusi menjadi tempura. Ada pula makanan Portugis bernama comfeito yang di Jepang disebut sebagai kompeito.