REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tabligh Akbar Festival Republik 2018 di Masjid Al Furqan Yogyakarta diisi begitu banyak pemuda inspiratif. Ustaz Aditya Abdurrahman dan Ustaz Ridhowan Syakroni menjadi salah duanya.
Nama Ustaz Aditya dan Ustaz Roni mungkin belum sebesar dai-dai kondang seperti Ustaz Abdul Somad atau Ustaz Adi Hidayat. Tapi, kisah perjuangan hijrah mereka begitu luar biasa. Ustaz Aditya Abdurrahman, merupakan mantan anak punk Surabaya yang kini menjadi pembina Punk Muslim. Sedangkan, Ustaz Ridhowan Syakroni merupakan mantan preman jalanan dari Solo.
Dalam sesi Dakwah Paralel, Ustaz Aditya mengungkapkan, ombak besar hampir pasti menghantam anak-anak muda yang baru memutuskan untuk hijrah. Utamanya, ketika menghadapi lingkungan yang tidak jarang begitu berat.
Bahkan, ia menilai, masalah pertama mereka yang baru hijrah pasti mendapatkan reaksi negatif dari lingkungan. Sebab, mau tidak mau, keputusan itu memberikan dampak kepada lingkungan sekitarnya.
Terlebih, lingkungan itu tahu persis bagaimana kehidupan Aditya sebelum hijrah. Untuk itu, ia perlu dicari cara agar meredam kejutan atas perubahan yang kita berikan ketika memutuskan berhijrah. "Dan ketika berhijrah, salah satu yang bisa membuat lingkungan kita tidak anti tidak lain adalah akhlak," kata Aditya, Senin (31/12).
Nabi Muhammad SAW misalnya, sejak usia 0-40 sudah disiapkan langsung oleh Allah SWT akhlaknya. Menurut Aditya, persiapan itu membentuk pribadi yang terpercaya, jujur, ramah, peduli dan bahkan Rasulullah SAW memiliki semua akhlak baik.
Tujuannya, tidak lain agar dengan akhlak yang sudah dipahami lingkungan, apa saja keputusan kita yang dipedulikan tidak lain akhlaknya, bukan keputusannya. Hal ini pula yang jadi jawabannya ketika ditanya cara mendakwahi anak punk. "Kita kalau mau berdakwah, kita ukur seberapa mereka menilai akhlak kita, kalau sudah dinilai baik apapun yang mau kita sampaikan akan diterima," ujar Aditya.
Pada sesi Dialog Hijrah, giliran Ustaz Roni yang menebarkan inspirasi. Roni sendiri merupakan sosok yang sangat eksentrik. Bagaimana tidak, hampir seluruh tubuhnya, dipenuhi tatto. Kecuali bagian punggung, tubuh Roni penuh dengan tato bahkan sampai ke bagian mata. Yang mengejutkan, perkenalan Roni dengan tato ternyata sudah terjadi sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tidak cuma itu, hampir semua obat-obatan terlarang sudah dikonsumsinya selama menjadi preman di Solo. Hal itu membuatnya terpaksa hidup terpisah dengan orang tuanya yang memutuskan tinggal di Jakarta.
Tapi, siapa sangka, kondisi tubuh yang penuh tato yang dulu disangkanya akan membuatnya terlihat gagah, menghadirkan ketidaknyamanan secara batin. Misalkan, Roni jadi sering shalat menyendiri. "Kalau sudah azan, saya pergi duluan ke masjid, shalat duluan supaya tidak ketemu yang lain," kata Roni.
Tiap azan berkumandang, Roni jadi membiasakan diri cepat-cepat ke masjid untuk melaksanakan shalat, lalu bergegas pergi. Hal itu dilakukan mengingat tubuhnya yang sudah dipenuhi tato.
Delapan tahun hidup penuh maksiat, satu momen penting menjadi titik balik yang mengubah jalur hidup Roni. Yaitu, saat mendengar kabar ayahandanya meninggal di Jakarta yang ternyata menjadi hantaman paling keras bagi Roni.
Walau sudah berusaha keras, Roni seakan tidak mau menerima kenyataan kalau ayahandanya sudah tiada. Terlebih, Roni yang tinggal di Solo, hidup terpisah dari ibunda yang ada di Jakarta.
Setelah itu, kejutan ternyata datang dari ibundanya. Persisnya, saat ibundanya yang lama tinggal di Jakarta menghubungi dan mengaku ingin kembali ke Solo, mengajaknya kembali mengaji dan tinggal bersama kembali. "Setelah kenal Allah lagi, alhamdulillah, merasakan satu kenyamanan yang saya rasakan saat ini, dan tidak pernah saya rasakan dulu," ujar Roni.
Keduanya, baik Aditya maupun Roni, tampak begitu tegar menceritakan pengalaman hijrahnya. Ketegaran itu, walau terpisah sesi, sesekali malah membuat suasana haru sekaligus rona kekaguman dari jamaah yang mendengarkan.
Kisah Ustaz Aditya dan Ustaz Roni, sekali lagi membuktikan hidayah Allah SWT bisa mendobrak sebesar dan sekuat apapun tembok hati Sekaligus, membuktikan keindahan Islam bisa merangkul siapapun jiwa yang menginginkannya.