Rabu 26 Dec 2018 20:11 WIB

Dewan Pertimbangan MUI Bahas Bencana, Uighur, Hingga Pilpres

Seluruh ormas Islam harus mengulurkan tangan dengan terus mengggelar aksi kemanusiaan

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Detim MUI) menggelar rapat muhasabah Islam 2018.
Foto: Foto: Dea Alvi Soraya/Republika
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Detim MUI) menggelar rapat muhasabah Islam 2018.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Detim MUI) menggelar rapat muhasabah Islam 2018. Rapat yang dihadiri sejumlah ormas Islam dan perorangan di Gedung MUI Pusat ini mendiskusikan tiga topik utama. Ketiganya menyangkut kondisi Indonesia pascabencana, isu kemanusiaan yang menimpa etnis Muslim Uighur, dan gejala perpecahan yang terlihat menjelang Pilpres 2019. 

“Dewan Pertimbangan MUI sangat prihatin terhadap musibah berupa bencana yang terjadi beruntun di Indonesia dalam fase 2018. Mulai dari Lombok, Palu, hingga Selat Sunda,” kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin kepada awak media, Rabu (26/12). 

“Kami juga menyampaikan duka cita kepada keluarga korban meninggal dan korban yang terluka. Semoga mereka dapat bersabar dan tawakal,” lanjut dia. 

Dewan Pertimbangan MUI, kata Din, juga menyarankan masyarkat untuk semakin mengeratkan hubungan kepada sang pencipta, agar Indonesia dihindarkan dari segala malapetaka. Dia juga menghimbau, seluruh ormas Islam untuk senantiasa mengulurkan tangan dengan terus mengggelar aksi kemanusiaan untuk membantu mereka yang membutuhkan. 

Selain mengucapkan bela sungkawa, Detim MUI juga mengungkapkan rasa prihatin terhadap perkembangan kondisi egtnis Uighur di Xinjiang, Cina. Mengingat meski informasi dan kabar mengenai Muslim Uighur mulai memenuhi media dan lembaga internasional, namun hingga kini Pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) masih terus menyanggah tuduhan pelanggaran HAM yang menjadi perbincangan hangat dunia, khususnya Indonesia. 

“Dewan pertimbangan MUI yakin, adanya upaya atau pendekatan yang bersikap represif terhadap etnik Uighur yang memang memiliki aspirasi untuk memisahkan diri dari RRT,” kata Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu. 

“Namun kita semua, MUI maupun masyarakat tidak pada posisi yang berhak menghampiri urusan internal seperti itu karena itu adalah kedaulatan RRC. Kita hanya ikut mempersoalkan apa yang terjadi atas etnik Muslim Uighur saja,” lanjut dia. 

Din menghargai sikap dan langkah Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) yang telah memanggil Duta Besar RRC di Indonesia, guna menyampaikan aspirasi ormas-ormas Islam. Sekaligus mengonfirmasi serta menyampaikan saran terkait isu kemanusiaan di Xinjiang. 

Detim MUI, kata Din, juga mendorong Pemerintah RRC untuk memperlakukan etnis Uighur secara manusiawi sebagai warga negara RRC. “Kami juga meminta RRC untuk membuka diri dan menerima atau mengundang delegasi ormas Islam Indonesia maupun regional untuk melakukan pengamatan secara langsung keadaan disana,” ujar Din.  

Selain itu, Dewan pertimbangan MUI juga memprihatinkan perkembangan dalam kehidupan berkebangsaan Indonesia yang menurut Din semakin terlihat terpecah belah. Hal ini semakin meruak seiring dekatnya agenda demokrasi 2019, yang membangun dua kubu pendukung yang saling menyerang satu sama lain. 

“Saling menjelekkan dan menghina itu sama saja menurunkan harkat martabat umat muslim sendiri dan akan merugikan bangsa karena akan mengganggu kesatuan dan ukhwah Islamiyah,” kata dia. 

Karenanya, pihaknya mendorong umat Islam untuk dapat menahan diri, mengedepankan kesatuan dan persatuan bangsa dan tidak terjebak dalam blunder politik, serta menyerahkan seluruh kebebasan untuk menentukan aspirasi sesuai hati dan pikiran masing-masing. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement