Rabu 26 Dec 2018 18:15 WIB

Soal Uighur, MUI akan Surati PBB, OKI, dan Liga Dunia Islam

Upaya ini bentuk penyampaian keprihatinan masyarakat Indonesia atas Muslim Uighur.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nashih Nashrullah
Menuntut Kejelasan Kasus Uighur. Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin (kedua kiri) memimpin Rapat Pleno ke-33 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (26/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Menuntut Kejelasan Kasus Uighur. Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin (kedua kiri) memimpin Rapat Pleno ke-33 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana akan menyampaikan surat kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Organisasi Kerjasama Islam dan Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada etnis Uighur, Cina. 

Menurut Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Pusat KH Noor Ahmad, rencana ini akan dilakukan segera, mengingat adanya kekhawatiran terhadap nasib etnis Muslim Cina ini.

"Terdapat kemungkinan dan sudah terpikirkan. Kami secara resmi akan mengirim surat, selain ke pemerintah juga ke OKI, Rabithah Alam Islami, dan PBB. Tinggal pelaksanaan saja," ujar Noor Ahmad usai rapat di kantor MUI, Jakarta, Rabu (26/12).

Upaya ini merupakan salah satu penyampaian keprihatinan masyarakat Indonesia atas apa yang terjadi kepada Muslim Uighur. Sebelumnya pemerintah Indonesia dan perwakilan MUI telah bertemu dengan duta besar Cina untuk menuntut penjelasan mengenai nasib Muslim Uighur. 

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin menjelaskan, pemerintah Cina membantah adanya pelanggaran HAM seperti yang sejauh ini diberitakan. 

Namun pertimbangan MUI dan ormas Islam berdasarkan keyakinan dan fakta di lapangan, meyakini adanya pendekatan dan upaya yang bersifat represif terhadap etnis Uighur. 

Dia menyebutkan, Pemerintah Cina mengklaim pembentukan kamp untuk mengedukasi mereka kembali (re-education) karena mereka yang memiliki suku dan keyakinan berbeda memiliki  aspirasi untuk memisahkan diri.  

Nama kamp tersebut juga dicurigai seperti kamp konsentrasi yang umumnya terdapat tindakan represif. Selain itu jumlahnya yang banyak, melibatkan 1 juta warga Uighur membuat pelaksanaan kamp ini disinyalir ada pelanggaran HAM.

Menurut Din, Indonesia tidak bisa mencampuri urusan ini karena hal ini merupakan kedaulatan pemerintah Cina. Namun, pihaknya sudah menyampaikan pendapat dan keinginan masyarakat Indonesia atas nasib etnis Uighur.

"Kami ormas-ormas Islam yang bergabung di dewan pertimbangan MUI mendorong mereka untuk memperlakukan etnis uighur dengan baik," ujar Din.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement