Senin 24 Dec 2018 21:16 WIB

Silaturahim ke PBNU, Dubes Cina: Kasus Uighur Separatisme

Pemerintah Beijing memberikan kebebasan beragama termasuk ke Muslim Uighur,

Dubes Cina untuk Indonesia Xiao Qian bersilaturahim ke PBNU.
Foto: Dok Istimewa
Dubes Cina untuk Indonesia Xiao Qian bersilaturahim ke PBNU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Duta Besar (Dubes) Cina untuk Indonesia Xiao Qian bersama dengan rombongannya mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta, pada Senin (24/12) sore. 

Dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, terungkap Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj dan sejumlah pengurus harian bersama Dubes Qian beserta rombongan membicarakan persoalan Muslim Uighur di Xinjiang yang ‘menghangat’ dalam beberapa bulan terakhir.

Sebagaimana berita yang beredar, perlakuan pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur menimbulkan kontroversi. 

Dubes Qian menjelaskan apa yang sebetulnya terjadi terhadap Muslim Uighur di Xinjiang dan bagaimana kebijakan Cina terhadap mereka.

Dubes Qian menegaskan, semua masyarakat Cina dari berbagai suku, termasuk Uighur, memiliki kebebasan dalam beragama. 

Dubes Qian mengatakan, persoalan di Xinjiang adalah persoalan separatisme. Ada sekelompok orang yang memiliki rencana untuk membuat Xinjiang berpisah dengan Cina. 

“Tapi demikian masih ada segelintir oknum yang berencana memisahkan Xinjiang dari Tiongkok dengan menggunakan tindakan kekerasan, bahkan terorisme,” kata Dubes Qian melalui penerjemahnya. 

Terkait dengan kelompok-kelompok separatis seperti itu, kata Dubes Qian, Cina mengambil beberapa langkah kebijakan. Di antaranya mengadakan program pendidikan dan vokasi sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mendapatkan kerja. “Dan mendapatkan pendapatan yang stabil,” lanjutnya. 

Dia mengklaim, program tersebut sukses karena banyak orang yang masuk program pendidikan tersebut memiliki keterampilan dan memperoleh gaji. 

Cina, negara yang berideologi komunisme, dilaporkan telah mengoperasikan kamp-kamp reedukasi untuk etnis Uighur dan Kazakhs di Xinjiang.  

The Associated Press mengutip sejumlah saksi yang menyebutkan Partai Komunis Cina telah melarang rakyat di wilayah itu untuk menggunakan bahasa etnis daerah setempat. Larangan bahkan mencakup persoalan yang sifatnya pribadi, semisal menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam. 

Xinjiang terletak di bagian barat Cina dan dihuni mayoritas Muslim dari etnis Uighur dan Kazakh. Beberapa tahun silam, isu separatisme menguat di sana. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement