Jumat 21 Dec 2018 00:55 WIB

'Sentil' HTI, Quraish Shihab: Yang Realistis Saja

Penggunaan kata khilafah dalam Alquran tak ada yang merujuk sistem negara.

Pakar tafsir Alquran KH Quraish Shihab.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Pakar tafsir Alquran KH Quraish Shihab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pakar tafsir Alquran sekaligus pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Prof Quraish Shihab menyarankan agar Hizbut Tahrir  Indonesia (HTI) bersikap realistis terkait pendirian khilafah di Indonesia. 

Quraish menegaskan, fakta sejarah membuktikan tidak pernah mendukung pendirian khilafah tunggal. Dia menunjuk bagimana kepemimpinan tunggal tersebut tidak ada dalam sejarah. Upaya untuk menyatukan kepemimpinan tersebut selalu gagal. Lihatlah bagaimana Jamaluddin al-Afghani dengan ide Pan Islamismenya yang gagal, Organisasi Kerjama Islam yang tak kompak, dan Liga Arab yang sulit bersatu. 

“Mereka bertenggkar nggak? Kenyataan sejarah tidak memungkinkan, yang realistis lah,” kata dia dalam  diskusi bertajuk “Dari Ideologi Khilafah Menuju Manusia yang Khalifah” yang digelar PSQ di Jakarta, Kamis (20/12).

Quraish meminta  HTI tak muluk-muluk dan agar lebih memilih menjaga dan merawat warisan para pendiri bangsa karena sejatinya itulah inti dari tugas seorang khalifah. 

Dia lantas menjelaskan akar kata khalifah dan penggunaannya dalam Alquran. Dalam Alquran, kata khalifah punya dua bentuk jamak yaitu yang pertama pertama khalaif dan kedua khulafa’a.

Kata khalifah dalam surah al-Baqarah jamaknya khalaif. Makna dari khalifah yang pertama di sini adalah bahwa Allah menugaskan tiap cucu anak Adam sebagai khalifah di muka bumi untuk memelihara segala yang ada di sana. Kemudian juga melakukan fungsi ishlah mengantarkan segala apa yang ada di bum menuju tujuan penciptaannya. 

Dia menganalogikan, tugas manusia menjaga kursi agar bisa dipakai, mengantar baju supaya bisa digunakan,  dan jika tidak dipakai akan digunakan orang lain. “Kita wajib sebagai Khalifah makan sesuai kebutuhan jangan berlebih sehingga dibuang. Perjuangin itu dulu deh,” kata dia. 

Sedangkan kata khalifah yang kedua dalam surah Shad ayat 26, konteksnya adalah pendekatan hukum. Penegakkan hukum itu tidak wajib bagi setiap orang.

Dalam konteks bernegara, kewajiban penegakkan hukum tersebut ada di otoritas pemerintah. Makanya, jamak dari kata khalifah di sini adalah khulafa’ sebagaimana penyebutan empat khalifah setelah Rasulullah SAW wafat.  

“Perkuat dulu diri Anda, mari perkuat Indonesia. Berjuang yang bisa sebabkan perpecahan tidak dibenarkan,” tutur dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement