REPUBLIKA.CO.ID, SITUBONDO— Penyair asal Madura KH D Zawawi Imron mengemukakan alasannya menjadi penyair. Pengakuan itu disampaikannya di hadapan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam sebuah pertemuan di Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut Zawawi ditanya oleh Buya Syafii apa enaknya menjadi penyair. "Saya jawab, senangnya jadi penyair itu selalu merasa tersesat di jalan yang benar. Sebaliknya ada yang merasa benar di jalan yang sesat," kata tokoh yang baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari Presiden Jokowi itu, di arena Muktamar Sastra Nusantara di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (19/12).
Lebih lanjut, dia mengatakan, ujaran kebencian yang kini cenderung marak di masyarakat tidak akan keluar dari mulut para penyair.
"Yang ada pada posisi itu adalah amar makruf nahi mungkar (menyeru pada kebaikan dan melarang hal yang mungkar)," penyair yang dikenal dengan ‘Si Celurit Emas’ itu.
Muktamar yang digagas Kiai Azaim dan didukung oleh LTNU Jatim dan TV9 Nusantara ini digelar dengan menghadirkan sejumlah sastrawan dari berbagai wilayah di Indonesia.
Sejumlah sastrawan besar yang akan mengisi kegiatan itu antara lain, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, D Zawawi Imron , Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, Sosiawan Leak.
Sejumlah akdemikus sastra juga dihadirkan, seperti Prof Dr Abdul Hadi WM, Maman S Mahayana, Prof Dr Setyo Yuwono Dudukan, Dr Tengsoe Tjahyono, Dr Sutejo dan lainnya.