REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konstruksi yang dirancang arsitek Nicolas de Pigage (1723-1796) itu disebut-sebut sebagai hadiah dari salah seorang istri raja Palatinate yang beretnis Turki dan beragama Islam. Kabar lainnya menyebutkan, bukan istri raja, melainkan salah seorang bangsawan yang tinggal di kompleks istana dan memeluk Islam, sehingga untuk dialah masjid tersebut dibina.
Manakah yang sahih dari kedua infor masi tersebut, belum ada sumber yang memastikan. Hanya saja, satu hal yang jelas, yakni berdirinya Masjid Schwetzingen mempertegas kecenderungan Jerman sebagai negeri yang menghargai toleransi antarumat beragama.
Sang arsitek, Pigage, terbukti piawai dalam mengelaborasi elemen-elemen arsitektur Islam khas Afrika Utara. Kuat du gaan, inspirasinya berasal dari narasi kisah Seribu Satu Malam yang memang amat digemari kalangan intelektual Jerman pada zaman Pencerahan--contoh paling cemerlang adalah Johann Wolf gang von Goethe (1749-1832), cendekiawan Jerman yang dalam pelbagai karyanya mengutarakan kekaguman terhadap khazanah sastra Islam.
Pigage juga sengaja melekatkan nuansa keasrian taman pada bangunan yang dirancangnya itu. Sebagaimana Masjid Schwetzingen, seluruh taman juga mengadopsi konsep dari kebudayaan Turki.