REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Dewan Islam Thailand mengatur soal batas usia nikah dan melarang pernikahan anak di bawah umur. Peraturan itu dikeluarkan setelah munculnya kemarahan dari publik atas pernikahan seorang anak berusia 11 tahun dengan seorang pria yang usianya empat kali lebih tua darinya pada awal tahun ini.
Dilansir di The Nation, Jumat (14/12), Dewan Islam Pusat Thailand (CICOT) melarang anak-anak di bawah usia 17 tahun menikah. Direktur pusat koordinasi untuk Kantor Sheikhul Islam sekaligus anggota senior Dewan Islam, Wisut Binlateh, mengatakan peraturan baru itu akan segera diumumkan ke seluruh masjid di Thailand.
Ia mengatakan, Sheikhul Islam Thailand Aziz Phitakkumpon, yang juga memimpin CICOT, telah memberikan persetujuannya atas peraturan baru tersebut pada akhir November. Spesialis hukum di Pusat Administrasi Provinsi Perbatasan Selatan (SBPAC), Panadda Isho, juga mengatakan kepada Benar News bahwa SBPAC akan menerjemahkan peraturan baru ke dalam Bahasa Melayu dan mempublikasikan informasi itu melalui seminar.
Pannada mengatakan, peraturan baru itu memastikan masjid-masjid setempat tidak dapat memberikan izin untuk pernikahan yang melibatkan siapa pun yang berusia di bawah 17 tahun. Kecuali, jika pengadilan Islam memberikan izin atau orang tua menandatangani dokumen yang menyetujui pernikahan di kantor komite Islam provinsi atau di kantor polisi setempat.
Subkomite khusus juga dibentuk untuk mempertimbangkan pernikahan yang melibatkan anak-anak yang lebih muda dari 17 tahun. Subkomite ini juga yang akan memberikan lampu hijau jika pernikahan memberi manfaat pasangan bersangkutan.
Salah satu dari tiga anggota komite harus seorang wanita yang memiliki pengetahuan hukum Islam. Ia harus bertanggung jawab untuk memberikan pertanyaan dan mewawancarai gadis tersebut.
Langkah bersejarah ini mengakhiri praktik yang tersebar luas di provinsi-provinsi mayoritas Muslim di selatan Thailand. Di sana, umumnya para gadis dinikahkan oleh orang tua yang miskin dengan izin dari masjid setempat begitu gadis itu mulai menstruasi.
Di provinsi selatan seperti Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun, hukum Islam digunakan sebagai pengganti Kode Sipil untuk urusan keluarga dan warisan. Undang-undang tersebut tidak menyebutkan usia minimum untuk menikah. Tidak seperti halnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil), yang diterapkan di tempat lain di Thailand, yang telah menetapkan usia minimum 17 tahun untuk menikah.
Aktivis Sanphasit Koomprafant sebelumnya mengatakan, celah dalam hukum yang tidak menetapkan batasan usia itu memungkinkan banyak pria Malaysia mengambil gadis-gadis Thailand yang jauh lebih muda sebagai istri. Sementara, menurutnya, para imam lokal mendapat keuntungan dari celah-celah itu.
Komisioner Hak Asasi Manusia Nasional Angkhana Neelapai-jit mengatakan, langkah Dewan Islam itu tidak cukup. "Tanpa hukuman yang ditetapkan untuk pelanggar, peraturan itu lebih seperti 'meminta kerja sama'," kata Neelapai-jit.