REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menjelaskan Indonesia merupakan anugerah yang luar biasa karena terdapat banyak etnis, suku, dan agama. Menurut dia, sampai saat ini masih terbukti bahwa umat beragama di Indonesia bisa hidup dalam harmoni.
Robikin mengatakan, Indonesia bisa menjaga kerukunan hingga saat ini lantaran tidak menjadikan agama sebagai sumber konflik. Tapi justru menjadikan agama sebagai solusi perdamaian dunia. Menurut dia, Indonesia selalu mampu mengelola perbedaan dengan baik. "Begitulah Islam dari kata salmah itu adalah damai. Perbedaan itu adalah given, harmoni itu kodrat," kata Robikin.
Sedangkan Ketua Umum Persatuan Umat Budha Indonesia (Permabudhi) Prof Philip K Widjaja mengingatakan agar para tokoh agama tidak hanya sekadar mengadakan kegiatan yang sifatnya seremoni, tapi juga harus berupaya menyelesaikan konflik yang terjadi. Menurut dia, pemerintah juga harus berupaya untuk memaksimalkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang terdapat di daerah-daerah, sehingga kerukunan tetap terjaga.
"Kita bisa saja bikin seremoni tapi juga harus melakukan perbincangan yang lebih serius tentang konflik-konflik yang terjadi, baik interfaith ataupun intra-faith," ujarnya.
Para tokoh agama menjadi narasumber dalam refleksi akhir tahun dan proyeksi awal tahun di Jakarta, Kamis (13/12).
Di tempat yang sama, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Uung Sendana menjelaskan bahwa kerukunan umat beragama di Indonesia memang terus membaik. Namun, menurut dia, masih ada persoalan-persoalan yang harus diselesaikan.
"Kerukunan memang semakin membaik tetapi tetap ada persoalan karena masih banyaknya ujaran-ujaran kebencian, hoaks, dan yang menegasikan orang lain. Ini tantangan buat kita," kata Uung.
Sementara, Ketua Umum PHDI, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya berpesan kepada semua tokoh agama dan elit politik agar tidak menggunakan isu SARA selama tahun politik ini. Dengan demikian, kata dia, Indonesia tetap damai dan rukun. "Jangan gunakan politik SARA dan juga jangan pernah mabuk air putih maupun mabuk jabatan," jelasnya.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia - PGI, Pendeta Henriette T Lebang mengatakan, ketika berbicara tentang kerukunan selalu menarik dan menginspirasi bagi umat. Karena, menurut dia, Indonesia merupakan bangsa yang majemuk.
Menurut dia, dunia saat ini juga sudah melihat Indonesia karena Indonesia selalu mampu menata kemajemukannya. Menurut dia, Indonesia selalu bisa menjaga kerukunan karena memiliki kultur dan budaya berbeda dengan negara-negara lain. "Saya kira salah satu faktor yang menyebakan kerukunan karena sudah dari sono-nya. Kerukunan itu sudah menjadi gaya hidup dari masyarakat Indonesia," ucapnya.
Walaupun, kata dia, belakangan ini persoalan keagamaan juga semakin kompleks lantaran munculnya politisasi agama. Karena itu, menurut dia, para tokoh agama harus berkomitmen untuk selalu bergandengan tangan dalam kemajemukan.
"Kami mengajak kepada semua umat untuk menghargai segala perbedaan-perbedaan yang ada. Ini pesan tokoh agama semakin menjadi penting terutama dalam menghadapi umat di masa masa sulit, termasuk di tahun politik," katanya.
Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Syafiq A. Mughni (kedua kiri) bersama para tokoh agama menjadi narasumber dalam refleksi akhir tahun dan proyeksi awal tahun di Jakarta, Kamis (13/12).
Hal senada juga disampaikan Ketua KWI, Romo Agustinus Ulahayanan. Dia juga menyerukan agar semua pihak tidak melakukan politisasi agama untuk kepentingan di tahun politik. Menurut dua, para pemuka agama telah lama menegaskan bahwa agama tidak boleh dimanipulasi oleh pihak manapun dan untuk kepentingan apapun.
"Jangan sampai terjadi politisasi agama. Jadi ini sudah ditegaskan sejak lama. Supaya umat kita jangan sampai dimanfaatkan dan jangan sampai agama dipakai untuk politik," jelasnya.